KEPEMIMPINAN NASIONAL DI ERA REFORMASI, Tinjauan bagi Negeri Muslim Indonesia

INDONESIA DI ERA REFORMASI

Era Reformasi harus dibaca beda dengan era Orde Baru agar sikap dan perilaku kita lebih efektif dan efisien, khususnya dalam upaya Pembangunan Bangsa. Pada masa awal Orde Baru kekuasaan politik cenderung represif pada Islam karena dianggap menjadi salah-satu potensi ancaman pada rezim yang sedang berkuasa. Upaya sistematis dilakukan kekuasaan formal untuk menekan gerak sosial-politik umat Islam termasuk pemberian cap ‘ekstrim kanan, subversi, ekstrimis, DI-TII, dsb.’ yang ujung-ujungnya menekan aktifis Islam untuk tidak bisa bergerak maju dalam bidang sosial-politik. Bahkan partai politik yang berasas Islampun secara sistematis dibawa ke arah meninggalkan asas Islamnya, demikian pula dengan ormas Islam sekalipun yang akhirnya merubah asas Islam menjadi asas lain. Apakah dengan cara begitu Negeri Muslim ini lalu menjadi negara maju dan jaya? Ironisnya umat Islam Indonesia tidak berkutik menghadapi tekanan seperti itu dan ikut saja arus gerak politiking yang direkayasa oleh orang lain. Kita perlu introspeksi mampukah kiranya umat Islam Indonesia masih bisa bertahan bila terjadi lagi upaya depolitisasi Islam seperti itu? Dalam sejarah Orde Baru itulah proporsi umat Islam Indonesia terus merosot dari lebih 95% menjadi turun tinggal 86% saja. Sekali lagi justru pada status seperti itu ironisnya banyak tokoh Islam masih berani menepuk dada bahwa mereka berhasil membuat Islam jaya di negerinya.

Babak ke dua Orde Baru bisa ditandai mulai dari berdirinya ICMI tahun 1990 oleh para aktifis Islam khususnya lulusan sekolah umum di dalam maupun di luar negeri. Cendekiawan muslim itu bergerak secara sistematis pula dari lokal ke lokal mengajarkan Islam secara utuh/kaaffah pada generasi muda terpelajar dan masyarakat luas tentang perlunya menggunakan metoda Islam dalam membangun bangsa dan perlunya melibatkan aktifis Islam dalam mengelola negara karena mayoritas rakyat Indonesia adalah muslim. Mereka menolak tegas isolasi atau peminggiran aktifis Islam dalam proses pembangunan nasional. Islam dan umat Islam pelan-pelan dibawa ke depan oleh aktifis Islam tersebut yang akhirnya secara formal mendirikan ICMI walau dengan tantangan yang besar dan berat dari kelompok sekuler dan musuh Islam. Dari ICMI itulah lalu diakui perlunya mengikut-sertakan aktifis Islam dalam berbagai persoalan bangsa secara makro sehingga orang tidak lagi tabu melihat Islam dalam lingkup sosial-politik. Cendekiawan muslim lalu diasosiasikan dengan kaum terpelajar Islam yang peduli lingkungannya, termasuk lingkungan pemerintahan dan kenegaraan. Melalui ICMI dilakukan konsolidasi umat Islam dari berbagai ormas, orpol, serta birokrasi sehingga nampak benar keakraban diantara mereka dalam membahas keIslaman, keIndonesiaan, dan ke Ilmuan. Sayangnya, masih ada saja tokoh Islam yang menolak ICMI bahkan antipati pada ICMI dengan tuduhan ‘sektarian, primordial, fanatik, dll.’ dan mendirikan forum plural sok demokratis, seperti Forum Demokrasi atau Fordem. Sungguh menyedihkan umat Islam di negeri ini, visinya sudah jungkir balik karena rekayasa musuh-musuh Islam, di mulai oleh penjajah Belanda dengan politik Islamnya sampai ke rezim-rezim sekuler yang memerintah negerinya.
ANALISIS KERUSAKAN IDEOLOGI UMAT ISLAM INDONESIA

Dalam pertarungan ideologi dunia amat disadari bahwa sejak dahulu sampai sekarang selalu terjadi kompetisi antar kelompok, baik secara damai maupun secara kekerasan melalui peperangan. Hal ini jelas sudah merupakan sunnatullah sosial-politik yang tidak bisa dihindarkan. Islam sebagai agama yang juga mengajarkan prinsip sosial-politik jelas memiliki pesaing dengan ideologi lain, yakni ideologi sekuler dengan bentuk-bentuk operasionalnya seperti: kapitalisme, komunisme, sosialisme, dan nasionalisme. Hakekat persaingan ideologi itu amatlah jelas yakni: persaingan metoda dalam mengelola suatu bangsa dan negara melalui kekuasaan formal. Karena kekuasaan itu memiliki potensi memberi keuntungan individu manusia yang sedang berkuasa maka persaingan sosial-politik itu bisa menjadi amat tajam, sampai mempertaruhkan jiwa-raga melalui teror, intimidasi, penghianatan, dan peperangan. Demi kekuasaan pula maka seorang tokoh bisa saja menggunakan segala cara untuk berkuasa sehingga aspek metoda mengelola bangsa-negara sebagai suatu ideologi lalu sering menjadi sekunder, hanya menjadi pelengkap atau instrumen saja dalam upaya proses untuk merebut kekuasaan atau mempertahankan kekuasaannya. Akibat dari perilaku seperti ini jelas sewaktu si tokoh berkuasa maka nasib rakyat menjadi semakin rusak karena dieksploitasi oleh penguasa yang ingin terus mempertahankan dan menikmati kekuasaannya. Di sinilah penjelasan mengapa ‘kekuasaan’ itu dikatakan cenderung ‘korup’.

Persaingan antara Islam politik dan ideologi lain di dunia intinya justru terletak pada metoda pengelolaan negara, apakah menurut ajaran sosial-kenegaraan al Qur’an dan Sunnah Nabi atau menurut kehendak bebas pikiran manusia belaka. Pertarungan ideologi Islam dengan kapitalisme, nasionalisme, komunisme dan lain-lain-isme itu hakekatnya adalah pertarungan apakah ‘mau atau tidak’ menggunakan prinsip syar’i untuk mengatur bangsa dan negara. Di sinilah sebenarnya hakekat pertarungan itu, yakni pertarungan antara Manusia penganut Islam (Kaffah) dengan Manusia Sekuler (di dalam manusia sekuler ada orang Islam nya juga namun bervisi non-Islam dalam masalah sosial politik). Oleh sebab itu begitu manusia muslim menjadi sekuler, yakni menganggap Islam tidak mengajarkan sistem sosial-kenegaraan maka sesungguhnya manusia itu sudah menjadi budak ideologi diluar Islam alias kafir secara ideologis. Bila sudah kafir secara ideologis dia bisa saja memilih menjadi penganut kapitalisme, nasionalisme, komunisme, sosialisme, dll yang pada hakekatnya hanyalah sebagai varians ideologi sekuler tersebut. Sayangnya, sungguh amat banyak orang Islam Indonesia, termasuk tokoh-tokohnya, yang telah menjadi manusia sekuler, membuang tuntunan sosial-politik dari Allah swt.

Persaingan ideologis skala dunia seperti diuraikan itu menjadi semakin tajam tatkala umat Islam dunia menjadi menyadari beratnya kerusakan dunia akibat diberlakukannya metoda sekuler dalam mengelola wilayah-negara. Sebagian umat Islam kemudian melakukan konsolidasi tahap demi tahap dan akhirnya di sana-sini berhasillah melakukan perlawanan terhadap ideologi sekuler dan memenangkan persaingan berat itu. Lahirnya Iran baru, Nigeria, Afganistan, Libya, dan bertahannya beberapa pemerintahan Islam di wilayah Timur Tengah jelas merupakan bentuk-bentuk kemenangan ideologi Islam terhadap ideologi sekuler. Rekayasa politik penganut faham sekularisme yang pada dasarnya dimotori negara Barat yang mayoritas penduduknya pemeluk Kristen jelas menjadi semakin menggebu. Sasaran utama mereka dalam memenangkan pertarungan ideologis itu tentu negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia. Mereka dengan segala macam bentuk tipu-muslihat sosial-politik berupaya agar negara mayoritas penduduk muslim itu tidak jatuh ke tangan pemeluk Islam yang benar (Islam kaffah, bukan pemeluk Islam sekuler). Strategi mereka sesungguhnya mudah dibaca, yakni: membelokkan faham keIslaman kaum muslimin untuk menjadi faham Islam sekuler, yakni Islam yang hanya berdimensi pribadi-ritual-spiritual. Sasaran atau target operasi mereka juga terarah, yakni sentra-sentra pengajaran Islam di negeri muslim. Strategi itu sesungguhnya tidak sulit untuk dikenali asal umat Islam sedikit saja mau berfikir jernih. Oleh target propaganda seperti itu (dengan modal dana yang besar pula) maka tidak perlu diherankan jika tokoh Islam Sekuler yang lahir di negeri ini banyak yang jebolan Lembaga Pendidikan Islam. Sudah cukupkah pertahanan Lembaga Pendidikan Islam, Negeri maupun Swasta, di Indonesia oleh serangan frontal sekularisme Barat terhadap ideologi Islam bagi anak didik mereka? Ini jelas tantangan bagi lembaga pendidikan Islam itu.

Salah satu strategi andalan Barat dalam mensekularkan pikiran orang Islam atau tokoh Islam adalah melalui propaganda jargon. ‘Fight Radical Islam with Words, not Election’ adalah salah satu strategi dasar perang ideologi yang dicanangkan mereka. Maka berhamburanlah istilah-istilah baru di dunia kaum muslimin, termasuk di Indonesia seperti: primordial, sektarian, skriptualis, fundamentalis, radikal, dll. Pada sisi lain mereka juga melempar istilah-istilah bernada simpatik seperti: plural, moderat, jalan tengah, toleransi, teologi pembebasan, teologi pluralisme, kontekstual, substansialis, universalisme, dll. Siapakah yang termakan jargon-jargon seperti itu? Mereka menjadi lupa dan meninggalkan ajaran sosial-politik yang diajarkan oleh agamanya sendiri, bahkan lupa memasyarakatkan istilah dan simbul Islam..
KEPEMIMPINAN INDONESIA DI ERA REFORMASI

Era reformasi jelas sebagai era persaingan ideologi secara sehat dan elegan, tanpa represi kekuasaan dan militer. Dalam era ini rakyat bebas berkumpul, berserikat, dan menyampaikan aspirasinya dalam bidang sosial-politik, tidak takut ditangkap, diteror, diintimidasi oleh kekuasaan politik dan militer. Dalam era seperti ini Kepemimpinan Islam (figur yang menjadi Pemimpin Organisasi Islam, khususnya PARTAI POLITIK ISLAM yang memang berjuang di front kekuasaan) harus dipegang oleh tokoh yang berani secara tegas menyatakan bahwa dia ingin mengelola negeri ini dengan cara atau metoda Islami demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Tokoh tersebut harus memiliki wawasan sosial-kenegaraan Islam sesuai dengan ajaran al Qur’an dan Sunnah Nabi. Dia harus mampu menerjemahkan Syari’at Islam terkait kehidupan Sosial-kenegaraan (tanpa sikap ‘taqiyah’ atau menutup-nutupii predikat Islamnya), seperti: pola ketata-negaraan yang diajarkan agama Islam, pembangunan ekonomi nasional Islami, pertahanan-keamanan Islami, budaya nasional luhur-bermoral sesuai tuntunan Islam, pendidikan nasional Islami, dan hukum positif yamg dipandu ajaran Islam. Visi tegas seperti itu harus disosialisasikan secara intensif di dalam kalangan umat Islam agar memperoleh dukungan nyata dalam proses persaingan terbuka, khususnya saat pemilu dan pilkada. Umat Islam harus intensif dididik (diberi pelajaran, ceramah, pengajian, dakwah, fatwa) supaya memihak-memilih Partai Islam dan Pemimpin yang Pro Syariat. Tentu saja Pemimpin ideal di era ini juga harus berakhlaq mengikuti prinsip “asyiddaa’u ‘alal kuffari, rukhamaa’u baunahum”, yakni pemimpin yang lemah-lembut, santun, peduli pada penderitaan rakyat, penuh perhatian, bersikap ramah (tidak arogan dan jadi sok karena dipilih sebagai pemimpin), dan hidupnya sederhana walau dia sedang memiliki harta banyak (dari rizki yang halal).
DARI KEPEMIMPINAN BAGI KELOMPOK ISLAM MENUJU KEPEMIMPINAN NASIONAL

Ditinjau dari sisi lingkup bangsa-negara yang plural (semua bangsa-negara pada hakekatnya plural) maka di Indonesia ini dikenal ada tiga macam tipe Pemimpin yang kini sedang bersaing ketat memperebutkan posisi. Dengan meminjam kosa kata MUSLIM, NASIONALIS, DAN SEKULER maka dapat dibedakan adanya tiga kategori pemimpin Indonesia, yakni: 1). Nasionalis Sekuler; 2). Muslim Sekuler; dan 3). Muslim Nasionalis. Untuk memberi penjelasan atas adanya ke tiga kelompok itu maka perlu diberikan definisi operasional sebagai berikut: Nasionalis Sekuler tidaklah memandang aspek apapun dari agama dalam upayanya mengelola Indonesia, mereka murni mencari konsep pembangunan dari teori yang dikembangkan manusia seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme, sinkretisme, dll. Muslim Sekuler masih memiliki kepedulian pada Islam di Indonesia namun hanya sisi ritual-spiritualnya belaka, sedang pada sisi sosial-kenegaraan mereka membuang tuntunan Islam dan mengambil teori pembangunan yang direka manusia, sehingga tidak banyak beda dengan kelompok nasionalis sekuler dalam proses pengelolaan bangsa-negara. Sedang Muslim Nasionalis adalah mereka yang cinta Indonesia, ingin membesarkan Indonesia, ingin membebaskan Indonesia dari semua krisis sosialnya dengan metoda sosial-kenegaraan Islam yang diajarkan oleh al Qur’an dan Sunnah Nabi.

Kalau dilihat dari sisi sejarah Indonesia, selama ini pemerintahan RI sudah pernah dipegang oleh golongan nasionalis sekuler dan muslim sekuler, namun belum pernah dipegang oleh muslim nasionalis (perhatikan definisi operasional sebelumnya). Secara syar’i jelas negeri ini seharusnya dipimpin oleh kelompok muslim nasionalis agar bisa menjadi bangsa dan negara yang maju dan besar mengingat mayoritas penduduk Indonesia itu muslim (Negeri Muslim). Sayangnya kualitas umat Islam Indonesia masih lemah (karena salah ‘pengajaran keislamannya’), khususnya di sisi aqidah, sehingga umat pada umumnya membiarkan dan bahkan mendukung tokoh nasionalis sekuler dan muslim sekuler untuk memegang kendali pemerintahan dan tidak mau memilih tokoh muslim nasionalis sebagai pemimpin negara. Pada era reformasi inilah kesempatan persaingan sehat dan jujur sedang terbuka lebar, dan insyaAllah semua komponen umat sudah menyadari kekeliruan mereka dalam memilih pemimpin nasionalnya selama ini. Ormas Islam, Parpol Islam, sentra pendidikan Islam seperti Pondok-Pesantren dan Perguruan Tinggi Islam perlu bekerja bahu-membahu mendukung Partai Islam dan Tokoh yang berani menegakkan syari’at Islam dalam bidang sosial-kenegaraan (muslim nasionalis) menjadi pemimpin bangsa-negara demi kejayaan umat dan bangsa Indonesia.

Bagaimana ‘bench mark’ kepemimpinan ideal untuk negeri ini agar negeri segera menjadi negeri yang maju-adil-makmur-aman-sejahtera? Dilihat dari kepentingan negeri yang memiliki ciri utama: mayoritas penduduknya muslim, bekas dijajah ratusan tahun, dan relatif lemah kualitas pendidikan penduduknya namun kaya raya sumber daya alamnya, maka seharusnya pemimpin yang diperlukan adalah oarng yang memiliki karakter: ibadah mahdhanya tertib, akhlak kesehariannya bagus (jujur, amanah, shaddiq, ikhlas, sederhana), bervisi memihak kepentingan penduduk dengan status sosial lemah khususnya mereka yang mustadhafiin, memiliki misi memberantas kemaksiatan- kemungkaran- kedholiman- kesesatan aqidah umat, dan teguh berjuang membawa misi kebenaran agama. Target utama Pemerintahan oleh Pemimpin tersebut akan menjadi utuh, yakni: KOKOHNYA KEDAULATAN NEGARA, KELUHURAN AKHLAK BANGSA, PENINGKATAN KEMAKMURAN RAKYAT, LINGKUNGAN SEHAT, DAN TERJAMINNYA KETERTIBAN-KEADILAN. Benarkah mereka yang sudah terpilih itu (eksekutif-legislatif) telah memiliki kualitas pemimpin ideal untuk bangsa ini? Semoga Allah SWT memberikan kemudahan dalam langkah-langkah umat Islam Indonesia ke depan nanti.

CATATAN TENTANG MAKNA TAHUN BARU HIJRIAH (Islam untuk Siapa?)

Banyak kejadian dalam sejarah perjalanan hidup Rasulullah yang lalu diperingati oleh umatnya. Memperingati kejadian-kejadian itu tentu tidak dimaksud untuk memberi hari/kesempatan buat umat berpesta-ria, menghamburkan harta mengumbar kesenangan duniawi, bahkan dalam merayakan Iedul Fithrie-Iedul Adha pun ada makna yang lebih bermanfaat bagi kehidupan umat.

Peringatan hari besar Islam seharusnya memang untuk merenungkan dan lebih memahami nilai esensi kejadian dalam sejarah Nabi agar bisa menjadi pelajaran dan diikuti oleh kaum muslimin. Kejadian awal turunnya al Qur’an (Nuzulul Qur’an) misalnya tentu mengingatkan umat untuk selalu hidup sesuai dengan isi kandungannya. Peristiwa Isra’-mi’raj untuk menyadarkan manusia bahwa dunia ini tidak hanya berdimensi sahadah (empiris) tapi juga berdimensi ghoib (non-empiris) sehingga kita juga harus menyiapkan diri untuk hidup di kedua alam itu sejalan dengan ajaran Islam.

Nah, bagaimana makna esensial tentang peristiwa 1 Muharam, peristiwa hijrahnya Rasulullah dari Mekah ke Madinah? Mengapa pula justru kejadian itu yang dipakai sebagai penanda adanya tahun baru Islam, bukan hari lahir atau wafatnya nabi, atau saat-saat nabi diboikot secara sosial-ekonomi oleh musuh Islam sampai harus makan dari dedaunan, atau perjalanan nabi ke Thoif di mana beliau dihinakan dan disakiti secara fisik sampai berdarah-darah oleh kaum kafir di sana?

Mari kini kita simak bersama mengapa peristiwa hijrahnya Nabi tersebut dinilai begitu luar biasa sehingga dijadikan penanda tahun baru Islam. Apa gerangan dampak besar yang terjadi oleh peristiwa itu?

Ternyata jawabnya amat jelas: “Hijrahnya Nabi itulah yang menjadi awal Perubahan Sosial-Politik besar dalam kehidupan masyarakat”. Sebelum peristiwa hijrah, Nabi baru mengajar manusia tentang bagaimana agama Islam menuntun dalam permasalahan kehidupan spiritual-ritual-akhlak pribadi. Setelah hijrah, Nabi mengajar manusia tentang bagaimana tuntunan agama Islam itu mengelola masyarakat sebagai suatu satuan bangsa-negara.

Ternyata perbedaan dalam skala mengajarkan dan mempraktekkan ajaran Islam tersebut berdampak maha besar! Dampak perluasan praktek pengetrapan tuntunan agama Islam di atas amatlah nyata, baik kuantittatif maupun kualitatif. Sebelum hijrah, praktek tuntunan Islam hanya berdimensi spritual-ritual-akhlak selama 13 tahun diajarkan oleh nabi di Mekah, nabi hanya berhasil menyelamatkan sekitar 300 orang saja dari kepercayaan kafir ke kesadaran Islam, sedangkan kondisi sosial kemasyarakatan di sana tetap rusak, penuh dengan eksploitasi ekonomi, pelecehan bahkan perkosaan terhadap wanita merajalela, perbudakan manusia amat luar biasa, begitu pula kekerasan dan kejahatan pada bayi-anak, kriminalitas dan korupsi terjadi di mana-mana, pertengkaran fisik dan perang antar suku berlangsung tiada putus-putusnya. Setelah hijrah, di mana nabi lalu memberi keteladanan bagaimana mengelola sebuah bangsa-negara dengan cara yang diajarkan Allah swt, apa yang terjadi? Perlu diingat bahwa nabi Muhammad saw hanya 10 tahun dalam memimpin negara Madinah, apa dampaknya? Dakwah Islam ternayata berhasil menyelamatkan kepercayaan manusia dari kepercayaan musyrik ke keimanan yang mengesakan tuhan sesuai Islam pada hampir seluruh penduduk di jasirah Arab. Islam menyebar dengan cepat di seluruh wilayah itu bahkan juga menjangkau di benua lain. Masyarakat yang berada dalam naungan kekuasaan negara Madinah yang dipimpin Rasulullah (mereka itu masyarakat yang plural, banyak yang non-muslim seperti yahudi, nasrani, dam lain-lain) berada dalam kondisi aman-makmur-sejahtera sebagaimana yang di cita-citakan umat manusia pada umumnya, seperti: kejahatan amat minimal, korupsi berhasil dibabat habis, kohesitas masyarakat amat kuat, saling tolong menolong, saling akrab-rukun-bersaudara satu sama lain, tidak ada lagi pertikaian sosial yang berarti apalagi bentuk perang antar suku dan kelompok sosial, pendidikan penduduk meningkat tajam, ekonomi penduduk terangkat secara merata, lingkungan hidup biofosik dan sosial amat baik, semua orang bisa hidup layak terhindar kemiskinan struktural dan ketimpangan ekonomi yang ekstrim, masyarakat secara ekonomi menjadi amat harmonis karena tidak ada pameran kekayaan- kemewahan di tengah kemiskinan, dan secara politis mereka di bawah birokrasi negara yang berisi figur-figur manusia yang beriman-bertaqwa secara benar dan nyata.

Demikianlah gambaran ringkas perubahan yang terjadi antara kondisi sebelum dan setelah nabi hijrah dari Mekah ke Madinah. Peristiwa hijrah itu ternyata membawa perubahan besar, bahkan amat besar, bukan hanya skala individu namun skala sosial kemasyarakatan secara luas. Kondisi politik, ekonomi, sosial, hukum, budaya, lingkungan, keamanan-ketertiban masyarakat berubah drastis ke arah tatanan dunia sosial baru yang membebaskan manusia dan masyarajat dari eksploitasi ekonomi, korupsi, kriminalitas, pathologi sosial, penjajahan, dan konflik fisik. Kondisi semacam itu sebenarnya yang kini sering diimpikan orang dan populer disebut sebagai negeri aman-makmur-sejahtera. Madinah yang sebelumnya adalah wilayah yang tidak dikenal dan tidak ada apa-apanya menjadi wilayah yang berkembang sebagai negeri adidaya yang Islami, mengganti kekaisaran Romawi dan Persia yang non_Islami. Dengan bukti seperti itu bukankah lalu peristiwa hijrahnya nabi tersebut menjadi amat layak untuk dijadikan penanda awal tahun baru Islam?

Kesimpulannya: Islam itu mengajari manusia untuk mengelola bukan hanya masalah pribadi seperti cara berfilsafat dan berfifikr, cara berritual seperti sembahyang menyembah tuhan, cara berkeluarga seperti hubungan suami-sistri dan orangtua-anak, namun Islam juga memberi tuntunan bagaimana MENGELOLA BANGSA-NEGARA agar negeri menjadi maju dan jaya, menyelamatkan masyarakat dari dekadensi di semua bidang kehidupan manusia, poleksosbudhankamling.

Mengapa umat Islam masih saja menganggap Islam hanya sekedar ajaran spiritual-ritual? Siapa yang rugi oleh pikiran sempit tentang Islam seperti itu? Siapa yang diuntungkan jika umat berfikiran Islam sekedar spiritual-ritual belaka?

Itulah makna esensial hijrahnya Rasulullah yang umat Islam tentunya wajib meneladaninya.

Indonesia, 1 Muharram 1431 H

Komitmen Organisasi (OC)


Komitmen Organisasi (Organization Commitment) adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan sasaran organisasi. Ini mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi. Intinya adalah mendahulukan misi organisasi dari kepentingan pribadi.
Indikator Perilaku:
1.      Mengabaikan norma-norma organisasi
Mengabaikan atau memberontak terhadap norma-norma organisasi.
2.      Tidak tampak atau hanya menunjukkan usaha yang minimal
Memberikan usaha yang minimal agar cocok di organisasi atau agar tetap memiliki pekerjaan tersebut.
3.      Melakukan upaya penyesuaian
ü      Melakukan upaya agar cocok di organisasi dan melakukan apa yang diharapkan
ü      Menghormati norma organisasi, menuruti peraturan dan ketentuan yang berlaku.
4.      Meneladani kesetiaan
Ø      Membantu orang lain menyelesaikan pekerjaan mereka.
Ø      Menghormati dan menerima hal yang dianggap penting oleh atasan.
Ø      Bangga menjadi bagian dari organisasi.
Ø      Peduli tentang citra organisasi.
5.      Mendukung organisasi secara aktif
Ø      Bertindak untuk mendukung misi dan tujuan organisasi.
Ø      Membuat pilihan dan prioritas untuk memenuhi kebutuhan/misi organisasi dan menyesuaikan diri dengan misi organisasi.
6.      Melakukan pengorbanan pribadi
Ø      Menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri.
Ø      Melakukan pengorbanan dalam hal pilihan pribadi misalnya identitas profesional, urusan keluarga.
Mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi meskipun keputusan

Selamat Tahun Baru 1429 Hijriyah


Kalender Islam mulai selesai maghrib memasuki babak baru. Selepas adzan maghrib tanggal 8 Januari 2008 ini, kita sudah memasuki tahun baru dan meninggalkan kenangan tahun 1427 hijriyah. Tidak ada hitungan mundur, tiupan terompet, pesta kembang api, gemuruh suara musik dlsb, bahkan serbuan sms pun tidak terjadi. Gue yakin traffic sending sms pada hari ini tidak sesemarak dan segegapgempita pada ketika tahun baru Masehi lalu atau juga tahun baru Imlek yad.
Tahun baru islam memang tidak dirayakan seperti tahun baru yang lain. Kenapa? Memang ‘gak nyambung’ kalo tahun baru hijriyah disambutnya dengan panggung musik di Monas seperti 8 hari yang lewat, yang konon dihadiri sedikitnya 2 juta orang -versi Indosiar- atau 3 juta menurut versi harian Kompas. Tahun baru Islam selayaknya diisi dengan bermuhasabah [menimbang dan menghitung perilaku], introspeksi atas segala yang telah kita lakukan setahun lewat untuk menjadi panduan menapaki tahun baru. Apa yang baik itulah yang perlu diteruskan dan ditingkatkan, yang buruk harus ditinggalkan dan segera minta maaf dan bertobat. Galibnya seperti penamaan dan penetapan tahun, Hijriyah mengacu pada peristiwa hijrahnya Rasululloh صل الله عليه وسلم Umar bin khotthob ra. mengambil momen bersejarah yang paling menentukan hidup-matinya Islam sebagai awal penanggalan Islam. Maka dikenallah sekarang dengan nama kalender hijriyah yang artinya kalender yang diawali dengan tahun hijrahnya Rasululloh صل الله عليه وسلم
Tahun baru kita bukan diawali dengan kelahiran Nabi Muhammad صل الله عليه وسلم , bukan pula dari tahun pernikahannya, bahkan tidak dihitung bertepatan dengan pecahnya perang Badar yang sangat melegenda itu. Tapi justru dihitung sejak hijrahnya Rasululloh صل الله عليه وسلم dari Makkah ke Madinah. Spirit ini yang semestinya senantiasa melandasi gerak kita menyongsong tahun yang baru ini. Hijrah dari dari segala yang tidak baik menuju kebaikan. Transformasi dari segala kejahilan menuju pemahaman dan tindakan yang benar. Menanggalkan kesombongan dan kemaksiatan menuju tawadhu dan ketaatan.
Mudah untuk ditulis dan diucapkan, namun sulit untuk dijalankan. Selamat tahun baru Hijriyah 1 Muharram 1429 H. Semoga tahun ini membawa keberkahan dan kesuksesan dunia akhirat. Amien
Do’a Akhir Tahun
Allah SWT berselawat ke atas penghulu kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka.
Wahai Tuhan, apa yang telah aku lakukan dalam tahun ini daripada perkara-perkara yang Engkau tegah daripada aku melakukannya dan aku belum bertaubat daripadanya. Sedangkan Engkau tidak redha dan tidak melupakannya. Dan aku telah melakukannya di dalam keadaan di mana Engkau berupaya untuk menghukumku, tetapi Engkau mengilhamkanku dengan taubat selepas keberanianku melakukan dosa-dosa itu semuanya. Sesungguhnya aku memohon keampunanMu, maka ampunilah aku. Dan tidaklah aku melakukan yang demikian daripada apa yang Engkau redhainya dan Engkau menjanjikanku dengan pahala atas yang sedemikian itu. Maka aku memohon kepadaMu.
Wahai Tuhan! Wahai yang Maha Pemurah! Wahai Yang Maha Agung dan wahai Yang Maha Mulia agar Engkau menerima taubat itu dariku dan janganlah Engkau menghampakan harapanku kepadaMu Wahai Yang Maha Pemurah. Dan Allah berselawat ke atas penghulu kami Muhammad, ke atas ahli keluarga dan sahabat-sahabatnya dan mengurniakan kesejahteraan ke atas mereka.
Do’a Awal Tahun
Allah SWT berselawat ke atas penghulu kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka.
Wahai Tuhan, Engkaulah yang kekal abadi, yang qadim. yang awal dan ke atas kelebihanMu yang besar dan kemurahanMu yang melimpah dan ini adalah tahun baru yang telah muncul di hadapan kami. Kami memohon pemeliharaan dariMu di sepanjang tahun ini dari syaitan dan pembantu-pembantunya dan tentera-tenteranya dan juga pertolongan terhadap diri yang diperintahkan melakukan kejahatan dan usaha yang mendekatkanku kepadaMu Wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia.
Wahai Tuhan Yang Maha pengasih dari mereka yang mengasihi dan Allah berselawat ke atas penghulu kami Muhammad. Nabi yang ummi dan ke atas ahli keluarga dan sahabat-sahabatnya dan kesejahteraan ke atas mereka.

Adab Pergaulan di Dunia Maya


Revolusi di bidang teknologi tidak hanya berpengaruh di lingkungannya, melainkan meluas ke banyak aspek kehidupan. Hadirnya internet bahkan telah menciptakan dunia tersendiri, yang sekian puluh tahun yang lalu mungkin tidak pernah terbayangkan: dunia maya. Laiknya di dunia nyata, dunia ini memiliki banyak aspek yang mau tidak mau harus diperhatikan jika ingin keberadaan kita diakui dalam pergaulan lintas budaya yang tidak mengenal batas geografis ini.

Meski satu sama lain kemungkinan besar tidak pernah saling bertemu secara fisik, perlu diingat bahwa orang-orang yang saling berhubungan di balik perangkat komputer masing-masing itu bukan mesin. Artinya, masing-masing punya perasaan, emosi, dll., sehingga komunikasi yang terjadi sesungguhnya adalah human communication dan bukannya machine communication. Ini hal mendasar yang perlu dipahami guna menghindari munculnya masalah yang tidak perlu.

Komunikasi antar personal di internet semakin berkembang ketika terjadi booming blog. Secara prinsip, setiap orang tidak lagi memiliki kesulitan untuk berkomunikasi dengan siapa pun tanpa dibatasi oleh jarak geografis. Syaratnya cuma satu, memiliki koneksi internet. Meski setiap orang berhak untuk memanfaatkan teknologi tersebut, tidak berarti setiap orang secara otomatis memahami adab pergaulan di dalamnya. Semacam code of conduct tidak tertulis yang harus dijadikan pegangan siapa pun yang ada di dalamnya.

Pertanyaannya, seperti apa sih sesungguhnya adab pergaulan di dunia maya itu? Secara prinsip, sebenarnya tidak ada perbedaan dengan adab bergaul di dunia nyata. Yang membedakannya hanya tidak ada pertemuan secara fisik pada saat berkomunikasi, meskipun secara visual bisa saja saling melihat satu sama lain, misalnya jika menggunakan teknologi webcam. Masalahnya, justru karena tidak bertemu secara fisik inilah, ada sebagian orang yang mempersetankan segala adab,code of conduct, atau apa pun namanya. Akibatnya, muncullah berbagai masalah yang menyebabkan terhambatnya komunikasi. Kebencian, permusuhan, sakit hati dll.

Ada contoh menarik soal adab pergaulan di dunia maya ini. Suatu saat saya mendapatinvitation dari seseorang yang namanya tidak saya kenal. Saya cek ke web-nya, masih belum ada isinya, dan tidak ada tanda-tanda bahwa saya mengenalnya. Ya sudah, saya tolak invitation-nya. Tak lama kemudian datang lagi invitation dari orang yang sama, bahkan sampai beberapa kali. Saya anggap ini SPAM. Tapi karena penasaran saya cek lagi webnya, ternyata sekarang sudah ada isinya, dan surprise..ternyata temen lama jaman kuliah dulu.

Sebagai temen yang baik dan beradab, dengan semangat 45 saya ngasih comment diguest book miliknya. Dan tahukah Anda respon yang saya dapatkan? Lempeng, tiis, tak ada reaksi sedikit pun, bahkan sampai sekarang! Padahal dia berreaksi terhadapcomment orang yang lain. Saya jadi malu sendiri. Lalu apa maksudnya dia invite? Akhirnya saya mencoba untuk memahami bahwa dia mungkin tidak memahami adab dan etika bergaul di dunia maya. Dia pasti tidak tahu bahwa di dunia maya, sikap dan sifat seseorang lebih ditentukan oleh tulisan dan bukannya gesture atau hal-hal lain yang sifatnya fisik. Atau, kalau dugaan saya yang itu salah, pasti dia masuk kategori 'manusia bodoh' :-)

Tapi di internet tidak selalu kita menemukan kejadian-kejadian yang menyebalkan. Kadang-kadang ada juga yang lucu. Suatu saat saya mendapat invitation lagi. Di multiply kan ada kategori pengklasifikasian network. Nah orang ini mengundang saya untuk jadi fiance-nya. Penasaran, saya cek ke blog-nya, ternyata yang invite saya itu.. cowok :-) Takut disangka yang nggak-nggak, saya accept invitationnya dengan catatan dia harus merubah klasifikasi networknya dengan kategori yang lain. Tapi setelah sekian lama, belum juga dirubah, sehingga akhirnya saya hapus dia dari network saya.


http://www.funnywow.com/


my shadow IC




my fhoto editing

GENERASI TERBAIK DALAM SEJARAH

“Belum pernah ada, dan tidak akan pernah ada suatu kaum yang serupa dengan mereka”
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barangsiapa hendak mengambil teladan maka teladanilah orang-orang yang telah meninggal. Mereka itu adalah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di kalangan umat ini. Ilmu mereka paling dalam serta paling tidak suka membeban-bebani diri. Mereka adalah suatu kaum yang telah dipilih oleh Allah guna menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menyampaikan ajaran agama-Nya. Oleh karena itu tirulah akhlak mereka dan tempuhlah jalan-jalan mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” (Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish shalih, hal. 198)
Pengertian Sahabat
Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam keadaan muslim, meninggal dalam keadaan Islam, meskipun sebelum mati dia pernah murtad seperti Al Asy’ats bin Qais. Sedangkan yang dimaksud dengan berjumpa dalam pengertian ini lebih luas daripada sekedar duduk di hadapannya, berjalan bersama, terjadi pertemuan walau tanpa bicara, dan termasuk dalam pengertian ini pula apabila salah satunya (Nabi atau orang tersebut) pernah melihat yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu’anhu yang buta matanya tetap disebut sahabat (lihat Taisir Mushthalah Hadits, hal. 198, An Nukat, hal. 149-151)
Sikap Ahlus Sunnah terhadap para Sahabat
Syaikh Abu Musa Abdurrazzaq Al Jaza’iri hafizhahullah berkata, “Ahlus Sunnah wal Jama’ah As Salafiyun senantiasa mencintai mereka (para sahabat) dan sering menyebutkan berbagai kebaikan mereka. Mereka juga mendo’akan rahmat kepada para sahabat, memintakan ampunan untuk mereka demi melaksanakan firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan ; Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan keimanan. Dan janganlah Kau jadikan ada rasa dengki di dalam hati kami kepada orang-orang yang beriman, sesungguhnya Engkau Maha Lembut lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hasyr : 10) Dan termasuk salah satu prinsip yang diyakini oleh Ahlus Sunnah As Salafiyun adalah menahan diri untuk tidak menyebut-nyebutkan kejelekan mereka serta bersikap diam (tidak mencela mereka, red) dalam menanggapi perselisihan yang terjadi di antara mereka. Karena mereka itu adalah pilar penopang agama, panglima Islam, pembantu-pembantu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, penolong beliau, pendamping beliau serta pengikut setia beliau. Perbedaan yang terjadi di antara mereka adalah perbedaan dalam hal ijtihad. Mereka adalah para mujtahid yang apabila benar mendapatkan pahala dan apabila salah pun tetap mendapatkan pahala. “Itulah umat yang telah berlalu. Bagi mereka balasan atas apa yang telah mereka perbuat. Dan bagi kalian apa yang kalian perbuat. Kalian tidak akan ditanya tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 141). Barangsiapa yang mendiskreditkan para sahabat maka sesungguhnya dia telah menentang dalil Al Kitab, As Sunnah, Ijma’ dan akal.” (Al Is’aad fii Syarhi Lum’atil I’tiqaad, hal. 77)
Dalil-dalil Al Kitab tentang keutamaan para Sahabat
  1. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Muhammad adalah utusan Allah beserta orang-orang yang bersamanya adalah bersikap keras kepada orang-orang kafir dan saling menyayangi sesama mereka. Engkau lihat mereka itu ruku’ dan sujud senantiasa mengharapkan karunia dari Allah dan keridhaan-Nya.” (QS. Al Fath)
  2. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bagi orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin yang diusir dari negeri-negeri mereka dan meninggalkan harta-harta mereka karena mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya demi menolong agama Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Sedangkan orang-orang yang tinggal di negeri tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka juga mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan di dalam hati mereka tidak ada rasa butuh terhadap apa yang mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan saudaranya daripada diri mereka sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam kesulitan.” (QS. Al Hasyr : 8-9)
  3. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (Bai’atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18)
  4. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang terlebih dulu (berjasa kepada Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha mepada Allah. dan Allah telah mempersiapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. At Taubah : 100)
  5. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari dimana Allah tidak akan menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. At Tahrim : 8) (lihat Al Is’aad, hal. 77-78)
Dalil-dalil dari As Sunnah tentang keutamaan para Sahabat
  1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela seorang pun di antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu di antara kalian yang bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka itu tidak akan bisa menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan setengahnya saja.” (Muttafaq ‘alaih)
  2. Beliau juga bersabda, “Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)
  3. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bintang-bintang itu adalah amanat bagi langit. Apabila bintang-bintang itu telah musnah maka tibalah kiamat yang dijanjikan akan menimpa langit. Sedangkan aku adalah amanat bagi para sahabatku. Apabila aku telah pergi maka tibalah apa yang dijanjikan Allah akan terjadi kepada para sahabatku. Sedangkan para sahabatku adalah amanat bagi umatku. Sehingga apabila para sahabatku telah pergi maka akan datanglah sesuatu (perselisihan dan perpecahan, red) yang sudah dijanjikan Allah akan terjadi kepada umatku ini.” (HR. Muslim)
  4. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mencela para sahabatku maka dia berhak mendapatkan laknat dari Allah, laknat para malaikat dan laknat dari seluruh umat manusia.” (Ash Shahihah : 234)
  5. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila disebutkan tentang para sahabatku maka diamlah.” (Ash Shahihah : 24) (lihat Al Is’aad, hal. 78)
Dalil Ijma’ tentang keutamaan para Sahabat
  1. Imam Ibnush Shalah rahimahullah berkata di dalam kitab Mukaddimah-nya, “Sesungguhnya umat ini telah sepakat untuk menilai adil (terpercaya dan taat) kepada seluruh para sahabat, begitu pula terhadap orang-orang yang terlibat dalam fitnah yang ada di antara mereka. hal ini sudah ditetapkan berdasarkan konsensus/kesepakatan para ulama yang pendapat-pendapat mereka diakui dalam hal ijma’.”
  2. Imam Nawawi rahimahullah berkata di dalam kitab Taqribnya, “Semua sahabat adalah orang yang adil, baik yang terlibat dalam fitnah maupun tidak, ini berdasarkan kesepakatan para ulama yang layak untuk diperhitungkan pendapatnya.”
  3. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam kitab Al Ishabah, “Ahlus Sunnah sudah sepakat untuk menyatakan bahwa semua sahabat adalah adil. Tidak ada orang yang menyelisihi dalam hal itu melainkan orang-orang yang menyimpang dari kalangan ahli bid’ah.”
  4. Imam Al Qurthubi mengatakan di dalam kitab Tafsirnya, “Semua sahabat adalah adil, mereka adalah para wali Allah ta’ala serta orang-orang suci pilihan-Nya, orang terbaik yang diistimewakan oleh-Nya di antara seluruh manusia ciptaan-Nya sesudah tingkatan para Nabi dan Rasul-Nya. Inilah madzhab Ahlus Sunnah dan dipegang teguh oleh Al Jama’ah dari kalangan para imam pemimpin umat ini. Memang ada segolongan kecil orang yang tidak layak untuk diperhatikan yang menganggap bahwa posisi para sahabat sama saja dengan posisi orang-orang selain mereka.” (lihat Al Is’aad, hal. 78)
Urutan keutamaan para Sahabat
Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata, “Para sahabat itu memiliki keutamaan yang bertingkat-tingkat. [1] Yang paling utama di antara mereka adalah khulafa rasyidin yang empat; Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali, radhiyallahu’anhum al jamii’. Mereka adalah orang yang telah disabdakan oleh Nabi ‘alaihi shalatu wa salam, “Wajib bagi kalian untuk mengikuti Sunnahku dan Sunnah khulafa rasyidin yang berpetunjuk sesudahku, gigitlah ia dengan gigi geraham kalian.” [2] Kemudian sesudah mereka adalah sisa dari 10 orang yang diberi kabar gembira pasti masuk surga selain mereka, yaitu : Abu ‘Ubaidah ‘Aamir bin Al Jarrah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, Zubeir bin Al Awwaam, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhum. [3] Kemudian diikuti oleh Ahlul Badar, lalu [4] Ahlu Bai’ati Ridhwan, Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (Bai’atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18). [5] Kemudian para sahabat yang beriman dan turut berjihad sebelum terjadinya Al Fath. Mereka itu lebih utama daripada sahabat-sahabat yang beriman dan turut berjihad setelah Al Fath. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tidaklah sama antara orang yang berinfak sebelum Al Fath di antara kalian dan turut berperang. Mereka itu memiliki derajat yang lebih tinggi daripada orang-orang yang berinfak sesudahnya dan turut berperang, dan masing-masing Allah telah janjikan kebaikan (surga) untuk mereka.” (QS. Al Hadid : 10). Sedangkan yang dimaksud dengan Al Fath di sini adalah perdamaian Hudaibiyah. [6] Kemudian kaum Muhajirin secara umum, [7] kemudian kaum Anshar. Sebab Allah telah mendahulukan kaum Muhajirin sebelum Anshar di dalam Al Qur’an, Allah subhanahu berfirman (yang artinya), “Bagi orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin yang diusir dari negeri-negeri mereka dan meninggalkan harta-harta mereka karena mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya demi menolong agama Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al Hasyr : 8). Mereka itulah kaum Muhajirin. Kemudian Allah berfirman tentang kaum Anshar, Sedangkan orang-orang yang tinggal di negeri tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka juga mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan di dalam hati mereka tidak ada rasa butuh terhadap apa yang mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan saudaranya daripada diri mereka sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam kesulitan. Dan barangsiapa yang dijaga dari rasa bakhil dalam jiwanya maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr : 9). Allah mendahulukan kaum Muhajirin dan amal mereka sebelum kaum Anshar dan amal mereka yang menunjukkan bahwasanya kaum Muhajirin lebih utama. Karena mereka rela meninggalkan negeri tempat tinggal mereka, meninggalkan harta-harta mereka dan berhijrah di jalan Allah, itu menunjukkan ketulusan iman mereka…” (Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah yang dicetak bersama Syarah ‘Aqidah Thahawiyah Darul ‘Aqidah, hal. 492-494)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sebab berbedanya martabat para sahabat adalah karena perbedaan kekuatan iman, ilmu, amal shalih dan keterdahuluan dalam memeluk Islam. Apabila dilihat secara kelompok maka kaum Muhajirin paling utama kemudian diikuti oleh kaum Anshar. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Allah telah menerima taubat Nabi, kaum Muhajirin dan kaum Anshar.” (QS. At Taubah : 117). Hal itu disebabkan mereka (Muhajirin) memadukan antara hijrah meninggalkan negeri dan harta benda mereka dengan pembelaan mereka (terhadap dakwah Nabi di Mekkah, pent). Sedangkan orang paling utama di antara para sahabat adalah Abu Bakar, kemudian Umar. Hal itu berdasarkan ijma’. Kemudian ‘Utsman, kemudian ‘Ali. Ini menurut pendapat jumhur Ahlis Sunnah yang sudah mantap dan mapan setelah sebelumnya sempat terjadi perselisihan dalam hal pengutamaan antara Ali dengan ‘Utsman. Ketika itu sebagian ulama lebih mengutamakan ‘Utsman kemudian diam, ada lagi ulama lain yang lebih mendahulukan ‘Ali kemudian baru ‘Utsman, dan ada pula sebagian lagi yang tawaquf tidak berkomentar tentang pengutamaan ini. Orang yang berpendapat bahwa ‘Ali lebih utama daripada ‘Utsman maka tidak dicap sesat, karena memang ada sebagian (ulama) Ahlus Sunnah yang berpendapat demikian.” (Mudzakkirah ‘alal ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 77)
Menyikapi polemik yang terjadi di kalangan para Sahabat
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sikap mereka (Ahlus Sunnah) dalam menyikapi hal itu ialah; sesungguhnya polemik yang terjadi di antara mereka merupakan (perbedaan yang muncul dari) hasil ijtihad dari kedua belah pihak (antara pihak ‘Ali dengan pihak Mu’awiyah, red), bukan bersumber dari niat yang buruk. Sedangkan bagi seorang mujtahid apabila ia benar maka dia berhak mendapatkan dua pahala, sedangkan apabila ternyata dia tersalah maka dia berhak mendapatkan satu pahala. Dan polemik yang mencuat di tengah mereka bukanlah berasal dari keinginan untuk meraih posisi yang tinggi atau bermaksud membuat kerusakan di atas muka bumi; karena kondisi para sahabat radhiyallahu’anhum tidak memungkinkan untuk itu. Sebab mereka adalah orang yang paling tajam akalnya, paling kuat keimanannya, serta paling gigih dalam mencari kebenaran. Hal ini selaras dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik umat manusia adalah orang di jamanku (sahabat).” (HR. Bukhari dan Muslim) Dengan demikian maka jalan yang aman ialah kita memilih untuk diam dan tidak perlu sibuk memperbincangkan polemik yang terjadi di antara mereka dan kita pulangkan perkara mereka kepada Allah; sebab itulah sikap yang lebih aman supaya tidak memunculkan rasa permusuhan atau kedengkian kepada salah seorang di antara mereka.” (Mudzakkirah ‘alal ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 82)
Keterjagaan para Sahabat
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “(Individu) Para sahabat bukanlah orang-orang yang ma’shum dan terbebas dari dosa-dosa. Karena mereka bisa saja terjatuh dalam maksiat, sebagaimana hal itu mungkin terjadi pada orang selain mereka. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang paling layak untuk meraih ampunan karena sebab-sebab sebagai berikut :
  1. Mereka berhasil merealisasikan iman dan amal shalih
  2. Lebih dahulu memeluk Islam dan lebih utama, dan terdapat hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi (sebaik-baik umat manusia, red)
  3. Berbagai amal yang sangat agung yang tidak bisa dilakukan oleh orang-orang selain mereka, seperti terlibat dalam perang Badar dan Bai’atur Ridhwan
  4. Mereka telah bertaubat dari dosa-dosa, sedangkan taubat dapat menghapus apa yang dilakukan sebelumnya.
  5. Berbagai kebaikan yang akan menghapuskan berbagai amal kejelekan
  6. Adanya ujian yang menimpa mereka, yaitu berbagai hal yang tidak disenangi yang menimpa orang; sedangkan keberadaan musibah itu bisa menghapuskan dan menutup bekas-bekas dosa.
  7. Kaum mukminin senantiasa mendo’akan mereka
  8. Syafa’at dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka adalah umat manusia yang paling berhak untuk memperolehnya.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itulah maka perbuatan sebagian mereka yang diingkari (karena salah) adalah sangat sedikit dan tenggelam dalam (lautan) kebaikan mereka. Hal itu dikarenakan mereka adalah sebaik-baik manusia setelah para Nabi dan juga orang-orang terpilih di antara umat ini, yang menjadi umat paling baik. Belum pernah ada dan tidak akan pernah ada suatu kaum yang serupa dengan mereka.” (Mudzakkirah ‘alal ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 83-84)
Cintailah mereka!
Abu Ja’far Ath Thahawi rahimahullah mengatakan, “Kami -Ahlus Sunnah- mencintai para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami tidak melampaui batas dalam mencintai salah seorang di antara mereka. Dan kami juga tidak berlepas diri dari seorangpun di antara mereka. Kami membenci orang yang membenci mereka dan kami juga membenci orang yang menceritakan mereka dengan cara yang tidak baik. Kami tidak menceritakan mereka kecuali dengan kebaikan. Mencintai mereka adalah termasuk agama, iman dan ihsan. Sedangkan membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan dan pelanggaran batas.” (Syarah ‘Aqidah Thahawiyah cet. Darul ‘Aqidah, hal. 488)

KAIDAH ISLAM DALAM MENIMBA ILMU DAN BERDALIL

Pertama
Sumber akidah/keyakinan adalah Kitabullah, Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sahih serta ijma’/konsensus Salafush shalih.

Kedua
Setiap dalil yang shahih di antara Sunnah/hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia wajib diterima dan diamalkan; meskipun statusnya adalah hadits ahad (bukan mutawatir, hanya sedikit jalan periwayatannya), dalam hal akidah maupun bidang-bidang lainnya.

Ketiga
Rujukan untuk memahami kandungan Al Kitab dan As Sunnah adalah nash/dalil-dalil yang menjelaskannya, pemahaman Salafush shalih dan pemahaman para imam yang menempuh manhaj mereka. Segala penafsiran yang sudah terbukti keabsahannya maka itu tidak boleh ditolak dengan berdasarkan kemungkinan makna bahasa semata.

Keempat
Semua pokok ajaran agama sudah diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga tidak ada lagi celah bagi siapapun untuk menciptakan suatu ajaran baru dengan dakwaan hal itu termasuk bagian dari agama.

Kelima
Harus bersikap pasrah kepada Allah, kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam secara lahir dan batin. Oleh karena itu maka dalil dari Al Kitab atau Sunnah yang shahih tidak boleh dipertentangkan dengan analogi/qiyas, perasaan, penyingkapan, ucapan seorang Syaikh/guru, pendapat seorang Imam dan semacamnya.

Keenam
Dalil akal yang tegas dan akurat pasti sesuai dengan dalil naqli yang shahih. Tidak akan terjadi pertentangan dua hal qath’i/yang pasti dari keduanya selama-lamanya. Apabila muncul persangkaan seolah-olah ada pertentangan maka dalil naqli itulah yang lebih dikedepankan.

Ketujuh
Wajib konsisten memakai lafadz-lafadz syar’i dalam hal akidah dan harus menjauhi lafadz-lafadz bid’ah yang direka-reka oleh orang. Apabila terdapat lafadz yang masih bersifat global dan mengandung kemungkinan makna benar atau salah maka hendaknya diminta tafsirannya. Apabila tafsirannya adalah benar maka maksud itu cukup ditetapkan dengan lafadznya yang syar’i. Dan apabila ternyata tafsirannya adalah batil maka ia harus ditolak.

Kedelapan
Keterpeliharaan dari salah (’ishmah) hanya dimiliki oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan umat Islam ini secara keseluruhan (bukan perindividu) juga terjaga dari bersepakat dalam kesesatan. Adapun individu-individunya maka tidak seorangpun di antara mereka yang ma’shum. Hal-hal yang telah diperselisihkan oleh para imam dan selain mereka maka rujukan pemecahannya adalah Al Kitab dan As Sunnah. Semua pendapat yang tegak di atas landasan dalil maka diterima dengan tetap memberikan toleransi bagi para mujtahid umat ini yang tersalah.

Kesembilan
Di antara umat ini ada orang-orang yang mendapatkan ilham/muhaddats, seperti halnya Umar bin Al Khaththab. Mimpi yang benar adalah nyata, dan ia termasuk bagian dari ciri Nubuwwah/kenabian. Firasat yang benar adalah nyata adanya. Begitu pula terdapat berbagai karamah (keistimewaan yang diberikan Allah kepada Wali-Nya) dan mubasysyaraat/tanda-tanda menggembirakan, dengan syarat itu semua harus selaras dengan aturan syari’at, dan hal itu juga bukan menjadi sumber akidah dan tidak dijadikan sebagai pedoman untuk menetapkan aturan/syari’at.

Kesepuluh
Debat kusir dalam hal agama adalah sesuatu yang tercela. Sedangkan perdebatan dengan cara yang baik adalah disyari’atkan. Perkara-perkara yang terdapat dalil shahih untuk tidak memperdebatkannya maka aturan itu harus dilaksanakan. Seorang muslim wajib menahan diri untuk tidak membicarakan hal-hal yang dia sendiri tidak menguasai ilmunya.

Kesebelas
Wajib berpegang teguh dengan manhaj/metode wahyu dalam hal perbantahan, sebagaimana halnya itu juga wajib diterapkan dalam masalah akidah dan pemancangan suatu ketetapan. Bid’ah tidak boleh dibalas dengan bid’ah. Sikap tafrith/melecehkan tidak boleh dibalas dengan sikap ghuluw/ekstrim, begitu pula sebaliknya.

Keduabelas
Semua urusan yang diada-adakan di dalam ajaran agama adalah bid’ah. Setiap bid’ah pasti sesat, dan setiap kesesatan nerakalah tempatnya.

Seribu kebaikan dalam sehari Imam

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ وَعَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ عَنْ مُوسَى الْجُهَنِيِّ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا مُوسَى الْجُهَنِيُّ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَكْسِبَ كُلَّ يَوْمٍ أَلْفَ حَسَنَةٍ فَسَأَلَهُ سَائِلٌ مِنْ جُلَسَائِهِ كَيْفَ يَكْسِبُ أَحَدُنَا أَلْفَ حَسَنَةٍ قَالَ يُسَبِّحُ مِائَةَ تَسْبِيحَةٍ فَيُكْتَبُ لَهُ أَلْفُ حَسَنَةٍ أَوْ يُحَطُّ عَنْهُ أَلْفُ خَطِيئَةٍ

Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata: Marwan dan Ali bin Mus-hir menuturkan kepada kami dari Musa al-Juhani. Sedangkan dari jalan yang lain Imam Muslim mengatakan: Muhammad bin Abdullah bin Numair menuturkan kepada kami dengan lafaz darinya, dia berkata: Musa al-Juhani menuturkan kepada kami dari Mush’ab bin Sa’d. Dia mengatakan: Ayahku menuturkan kepadaku, dia berkata: Dahulu kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau mengatakan, “Apakah salah seorang di antara kalian tidak mampu untuk menghasilkan pada setiap hari seribu kebaikan?”. Lalu ada seorang yang duduk bersama beliau bertanya, “Bagaimana salah seorang di antara kami bisa menghasilkan seribu kebaikan?”. Beliau menjawab, “Yaitu dengan bertasbih (membaca subhanallah) seratus kali, maka dengan itu akan dicatat seribu kebaikan atau dihapuskan darinya seribu kesalahan.” (HR. Muslim dalam Kitab adz-Dzikr wa ad-Du’a wa at-Taubah wa al-Istighfar)
Hadits yang agung ini mengandung pelajaran:
  1. Betapa luasnya rahmat Allah ta’ala sehingga dengan amal yang sedikit seorang bisa mendapatkan balasan yang begitu banyak
  2. Manusia bisa melakukan seribu kebaikan setiap hari, bahkan lebih dari itu pun mampu, dengan izin dari Allah tentunya
  3. Salah satu cara mengajar yang diajarkan oleh Nabi adalah dengan metode tanya-jawab
  4. Keutamaan membaca tasbih
  5. Amal salih merupakan sebab bertambahnya keimanan
  6. Amal salih merupakan sebab terhapusnya dosa
  7. Iman tentang adanya pencatatan amal
  8. Keutamaan berkumpul dengan orang-orang salih
  9. Pentingnya dzikir kepada Allah dan besarnya keutamaannya
  10. Dan faidah lainnya yang belum saya ketahui, wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin


Gedung Perguruan Cimande
Cimande - Bogor


Kenangan di Gedung Bupati Lebak
Tahun 2009

Sepotong Kisah tentang Strategi Inovasi


Setiap 10 tahun sekali majalah bisnis Fortune memilih CEO of the Decade atau semacam kapten bisnis terhebat sepanjang 10 tahun. Kali ini pada tahun 2009 atau menjelang pergantian dasawarsa mereka menjatuhkan pilihannya pada sosok bernama Steve Jobs. Sosok karismatik ini kita tahu merupakan tokoh legendaris dibalik menjulangnya nama Apple dalam jagat kompetisi produk-produk digital.
Kalaulah kita hendak mendulang sebuah eksemplar yang nyaris sempurna tentang INOVASI, maka perusahaan Apple mungkin pilihan yang tak terelakkan. Hampir semua perusahan di dunia, termasuk pesaingnya Sony, Nokia dan Micorosoft, dipaksa untuk terkesima menyaksikan serangkaian inovasi nan brilian yang diracik oleh Steve dan pasukannya.
Apple, dengan Steve Jobs sebagai Sang Master-nya, memang telah mendemonstrasikan bagaimana kekuatan inovasi dan daya kreativitas disenyawakan dalam parade produk-produk nan elegan. Yang mungkin perlu juga dicatat adalah ini : melalui parade produk brilian ini Apple telah merubah secara radikal lansekap bisnis dalam tiga industri yang berbeda, yakni industri PC, musik, dan telekomunikasi.
Dalam industri PC, Apple memberikan pelajaran penting tentang bagaimana mendesain sebuah produk dengan sentuhan estetika, lengkap dengan aplikasi yang tangguh dan user-friendly. Hasilnya adalah deretan produk bertajuk iMac dan Powerbook, serangkaian produk yang kemudian banyak ditiru oleh para pengekornya.
Dalam industri musik, serbuan produk iPod-nya yang mendunia telah membuat para petinggi Sony termehek-mehek, pening dan tak tahu harus berbuat apa. Para petinggi label musik dunia seperti BMG dan Universal Music juga hanya bisa gigit jari ketika tahu 80 % pangsa musik digital dibeli melalui iTunes, toko musik digital milik Apple.
Dalam industri telco, produk iPhone yang sungguh inovatif itu mungkin telah merubah definisi kita tentang apa itu arti produk ponsel. Kecanggihan ponsel ini, lengkap dengan ribuan aplikasi yang mudah didowload melalui iTune, membuat ponsel lain seperti milik Nokia menjadi ketinggalan jaman. Kekuatan ponsel masa depan ada pada kekuatan software-nya, dan sungguh dalam arena ini Apple telah melangkah jauh meninggalkan Nokia yang kini mungkin tengah terpuruk dalam hempasan debu kekalahan.
Tak banyak sebuah perusahaan yang mampu memporak-porandakan lansekap persaingan dalam tiga jenis industri yang berbeda. Fakta bahwa Apple selalu mampu membentangkan “samudra biru (blue ocean)” dalam setiap industri yang dimasukinya membuat ia kini dianggap sebagai perusahaan yang lebih berwibawa dibanding IBM, GE atau Microsoft sekalipun.
Dan tak pelak, sosok Steve Jobs memiliki peran yang amat sentral dalam proses itu. Sosoknya mungkin kelak akan dikenang sebagai salah satu figur inovasi terpenting dalam sejarah bisnis modern - sejajar dengan nama besar seperti Thomas Alva Edison, Henry Ford, Soichiro Honda dan Bill Gates.
Ketika masih muda belia, Steve pernah bilang kepara para jurnalis, bahwa ia ingin merubah dunia dengan produk-produk yang diciptakannya. Kini dengan rangkaian iMac, iPod dan iPhone yang melanglang di penjuru buana, ia mungkin telah ikut merubah hidup sebagian manusia yang menjadi pelanggannya.
Jangan pernah setengah hati mengerjakan sesuatu yang engkau cintai, karena hidup ini terlalu pendek,” begitu Steve Jobs pernah berujar ketika diwawancarai media.
Hmm, sebuah kalimat bijak yang mungkin layak kita renungkan.

5 Praktek Ampuh Bagi Perjalanan Karir Anda


Perencanaan dan manajemen karir yang tertata dengan kredibel merupakan salah satu elemen yang didambakan oleh banyak karyawan. Sayangnya tak banyak perusahaan ditanah air yang melakukan ikhtiar yang sungguh kencang dalam membangun sistem perencanaan karir yang baik bagi para karyawannya.
Tanpa peta dan manajemen karir yang bagus, setiap karyawan lalu dibiarkan sendirian dalam menapaki jalan panjang perjalanan karirnya. Dan ini sungguh bukan rute yang elok untuk dijejaki. Alangkah baiknya jika perusahaan juga secara serius menggagas sejumlah inisiatif jitu dalam pengelolaan karir para karyawannya.
Lalu inisiatif atau program karir apa saja yang layak dilakoni? Berikut ini coba diuraikan 5 best practices yang bisa dilakukan oleh perusahaan dalam mengelola perencanaan dan pengembangan karir karyawan.
Menyediakan Employee Assessment dan Career Planning Workshops.
Salah satu inisiatif yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan on-site workshop agar karyawan belajar mengambil tanggung jawab dalam karir mereka. Workshop ini bisa juga disertai dengan semacam employee assesment dimana karyawan bisa menilai kemampuan, minat karir, dan nilai hidup mereka. Hasil dari segenap proses ini kemudian dapat diolah dan diracik untuk memetakan perencanaan karir karyawan.
Mengadakan Career Coaching Workshops untuk Para Atasan (Manajer). Sementara para karyawan mempelajari bagaimana mengambil tanggung jawab dalam karir mereka, maka para atasan mereka juga perlu dididik agar trampil dalam meng-empower usaha para anak buahnya. Disini para atasan itu dilatih tentang bagaimana menjadi lebih mahir dalam proses perencanaan karir, melakukan teknik bimbingan karir, mempersiapkan berbagai tipe diskusi karir yang ditanyakan oleh karyawan, dan juga bagaimana memberikan feedback dengan jujur (persoalan akan muncul jika para atasan atau manajer itu juga ternyata buta tentang karir mereka sendiri. Duh!).
Mendirikan Employee Career Centers. Perusahaan seperti IBM dan Nokia telah memiliki internal career centers dimana karyawan bisa datang untuk menilai dirinya sendiri. Layanannya meliputi program online yang menyertakan career feedback, penilaian kompetensi, konsultasi karir, personal development seminar, dan juga beragam informasi mengenai internal job posting.
Memberikan Open Business Briefings. Dinamika bisnis terus berubah, dan lanskap persaingan juga terus menari-nari. Lalu apa artinya ini semua bagi pekerjaan para karyawan? Untuk membuat para karyawan sadar apa makna perubahan itu bagi karir mereka, sejumlah perusahaan terkemuka seperti Intel dan Microsoft secara terbuka mendiskusikan perencanaan strategis bisnis perusahaan kepada segenap karyawannya. Dan kemudian memetakan apa dampak perubahan strategi itu pada tugas-tugas atau kemampuan yang akan diperlukan di masa yang akan datang.
Dengan cara berbagi informasi inilah, perusahaan sejatinya sedang menyiapkan karir para karyawannya menghadapi tantangan bisnis masa depan.
Menciptakan Individual Learning Accounts. Ini adalah sebuah gagasan yang menarik. Intinya adalah setiap karyawan mempunyai Individual Learning Accounts dengan plafon biaya tertentu, dan bebas ia gunakan untuk proses pengembangan diri. Disini para karyawan bebas memilih tema, kelas training atau program pengembangan yang ingin ia ikuti, sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka sendiri.
Melalui Individual Learning Account, sang karyawan diberi otonomi penuh untuk menentukan rute pembelajaran yang paling pas dengan dirinya sendiri. Pola semacam ini dipercaya akan lebih mengakselerasi kompetensi para karyawan, dan tentu saja akan sangat membantu mereka dalam menjelujuri jejak karir yang dikehendakinya di masa mendatang.
Demikianlah sejumlah contoh kecil mengenai best practices yang mungkin layak dilakukan dalam memulai inisiatif pengembangan karir karyawan. Apakah hal-hal diatas merupakan impian belaka? Saya kira tidak. Sepanjang para pengelola Departemen HRD di perusahaan mau dan memiliki komitmen untuk melakukannya, saya kira sejumlah inisiatif diatas bukan hal yang terlampau sulit untuk dilakukan.
Yang penting disini adalah meyakinkan dan terus menggedor para pengelola departemen HRD agar berani melakukan sejumlah terobososan yang inovatif dalam proses pengembangan karir para karyawannya.
Sebab dengan itulah, para karyawan bisa menemukan partner sejati dalam meretas jejak karirnya di masa depan. Dan bukan terus dibiarkan berjalan sendiri dalam keremangan : berjalan tertatih sambil terus meraba kenapa arah karirnya semakin tidak jelas…..

Kepribadian Anggota Tapak Suci

1. Memiliki aqidah yang lurus
2. Mengamalkan Ibadah yang benar
3. Memiliki akhlaq yang mulia
4. Memiliki jiwa kemandirian
5. Berwawasan luas
6. Memiliki fisik yang kuat
7. Mampu mengendalikan diri
8. Rapih dan teratur dalam aktivitasnya
9. Pandai memanfaatkan waktu
10. Bermanfaat bagi orang lain

Dengan iman dan Akhlaq saya menjadi kuat,
tanpa iman dan akhlaq saya menjadi lemah

APLIKASI KEPRIBADIAN ANGGOTA TAPAK SUCI UNILA

A. Memiliki aqidah yang lurus
   1. Tidak me-ruqyah (merujuk/menjampi-jampi) kecuali dengan 

       Qur’an Ma’tsur (pernah dilakukan oleh Rasullah)
   2. Tidak berhubungan dengan jin.
   3. Tidak meminta tolong kepada orang yang berhubungan dengan jin.
   4. Tidak meramal nasib dalam bentuk apapun ( contoh : dengan telapak tangan,

       ramalan perbintangan, dll)
   5. Tidak menghadiri majelis dukun dan peramal.
   6. Tidak meminta berkah dengan mengusap-ngusap kuburan.
   7. Tidak meminta tolong dengan orang yang telah dikubur (mati).
   8. Tidak bersumpah dengan selain Allah SWT
   9. Tidak tasya-um (merasa sial karena mendengar atau melihat sesuatu).
   10. Mengikhlaskan amal untuk Allah S.W.T.
   11. Tidak Riya dalam ibadah
   12. Mengimani rukun iman
   13. Beriman kepada nikmat dan siksa kubur.
   14. Mensyukuri nikmat Allah S.W.T. saat mendapatkan nikmat.
   15. Menjadikan syetan sebagai musuh.
   16. Tidak mengikuti langkah-langkah syetan
   17. Menerima dan tunduk secara penuh kepada Allah S.W.T. dan 

         tidak ber-tahkim (berhukum) kepada selain yang diturunkan Allah S.W.T.
   18. Melaksanakan adab-adab terhadap Rasulullah
   19. Tidak mempelajari/memiliki ilmu kebal.
   20. Tidak mempelajari/memiliki ilmu Pengasih (pelet)
   21. Tidak mempelajari/memiliki ilmu kontak jarak jauh.
   22. Tidak menggunakan susuk pemikat.
   23. Tidak membawa/memiliki bebet/wafak (kain putih bertuliskan Arab.
   24. Tidak mempelajari/memiliki ilmu sambatan (melakukan gerakan beladiri 

         atau meniru-niru tingkah laku binatang buas tanpa sadarkan diri)
   25. Tidak menggunakan/memiliki kekuatan benda tertentu untuk melindungi diri

        (seperti cincin, kalung, gelang, keris, dll).
   26. Tidak mengolah napas/pernapasan yang tidak sesuai dengan fitrah manusia

B. Mengamalkan ibadah yang benar
   1. Tidak Taqlid dalam ibadah (melakukan ibadah tetapi tidak tahu dalilnya)
   2. Tidak sungkan adzan.
   3. Ihsan (baik) dalam thoharoh (bersuci)
   4. Bersemangat untuk sholat berjamaah.
   5. Bersemangat untuk berjama’ah di masjid.
   6. Ihsan (baik) dalam sholat.
   7. Qiyamul lail (sholat malam) minimal sekali sepekan.
   8. Membayar zakat.
   9. Berpuasa fardhu.
   10. Berpuasa sunnat minimal sehari dalam sebulan.
   11. Sholat Dhuha minimal sekali sepekan.
   12. Mampu mendirikan sholat jenazah/ghoiq
   13. Mampu mendirikan sholat jamma dan qoshor
   14. Niat melaksanakan haji.
   15. Komitmen dengan adab tilawah.
   16. Khusyu dalam membaca Al-Qur’an.
   17. Hafal minimal setengah juz 30 Al-Qur’an.
   18. Komitmen dengan wirid tilawah harian.
   19. Berdo’a pada waktu-waktu utama.
   20. Menutup hari-harinya dengan taubat dan istighfar.
   21. Berniat pada setiap melakukan kegiatan.
   22. Menjauhi dosa besar.
   23. Merutinkan dzikir pagi hari.
   24. Merutinkan dzikir sore hari.
   25. Dzikir kepada Allah dalam setiap keadaan.
   26. Memenuhi nazhar.
   27. Menyebarluaskan salam.
   28. Ber-I’tikaf pada bulan ramadhan, jika mungkin.
   29. Bersiwak (membersihkan mulut) setiap akan melakukan ibadah, jika mengkin.
   30. Senantiasa menjaga kondisi thoharoh (wudhu), jika mungkin.

C. Memiliki akhlaq yang mulia
    1. Tidak takabbur (sombong)
    2. Tidak imamah (asal ikut, tidak punya prinsip).
    3. Tidak dusta.
    4. Tidak mencaci maki.
    5. Tidak mengadu domba.
    6. Tidak ghibah (membicarakan kejelekan orang lain)
    7. Tidak mematikan/memotong pembicaraan orang lain.
    8. Tidak mencibir dengan isyarat apapun.
    9. Tidak menghina dan meremehkan orang lain.
    10. Tidak menjadikan orang yang berakhlaq buruk sebagai teman/sahabat.
    11. Tidak memfitnah.
    12. Tidak berburuk sangka.
    13. Menjadikan senyum sebagai shodaqoh
    14. Menyayang yang kecil.
    15. Menghormati yang besar.
    16. Menepati janji.
    17. Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orang tua).
    18. Menundukan pandangan.
    19. Menyimpan rahasia.
    20. Menutupi aib orang lain.
    21. Berniat mewujudkan keluarga sakinah.
    22. Memiliki ghiroh pada perjuangan agamanya.
    23. Menghadiri undangan.
    24. Menjenguk orang sakit.
    25. Memuliakan tamunya.
    26. Rukun dengan tetangga.
    27. Mentaati peraturan-peraturan.
    28. Patuh pada pimpinan/atasan.
    29. Siap memimpin dan dipimpin
    30. Santun dalam berbicara.
    31. Menjadi pendengar yang baik.
    32. Berani karena benar.
    33. Sabar dalam menerima cobaan.
    34. Melayat orang meninggal.
    35. Turut merasakan kesedihan orang lain.
    36. Percaya diri.
    37. Berlapang dada/menerima/terbuka dalam menerima nasihat orang lain.
    38. Mudah memaafkan kesalahan orang lain.
    39. Menjaga fasilitas umum.
    40. Menjaga fasilitas khusus.

D. Memiliki jiwa kemandirian
    1. Menjauhi sumber penghasilan haram.
    2. Menjauhi riba.
    3. Menjauhi judi dengan segala macamnya.
    4. Menjauhi tindak penipuan.
    5. Tidak boros (hemat)
    6. Inovatif.
    7. Kreatif.
    8. Cermat (teliti)
    9. Menabung, meskipun sedikit.
    10. Tidak menunda dalam melaksanakan hak orang lain.

E. Berwawasan Luas
   1. Baik dalam membaca dan menulis.
   2. Membaca satu juz tafsir Al-Qur’an (juz 30).
   3. Memperhatikan hukum-hukum tilawah
   4. Menghafalkan separuh hadits Arbain minimal 5 hadist.
   5. Menghafalkan hadits pilihan Riyadhus Shalihin minimal 5 hadist.
   6. Mengetahui keadaan jazirah Arab pada zaman jahiliyah
   7. Membaca siroh nabawiyah (sejarah) Nabi Muhammad SAW

      dari kecil hingga diangkat menjadi Rasullah.
   8. Mengenal 10 sahabat Nabi yang dijamin masuk syurga.
   9. Mengetahui hukum thaharoh (berwudlu).
   10. Mengetahui hukum sholat.
   11. Mengetahui hukum puasa.
   12. Mengetahui fiqih aurat laki-laki dan perempuan.
   13. Mengetahui tata cara musyawarah yang Islami.
   14. Menyadari adanya peperangan Zionisme terhadap Islam.
   15. Mengetahui Ghazwul Fikri (perang pemikiran)
   16. Mengetahui bid’ah-bid’ah di Indonesia
   17. Mengetahui organisasi-organisasi terselubung.
   18. Mengetahui bahaya pembatasan kelahiran.
   19. Mengemukakan pendapatnya.
   20. Tidak menerima suara-suara miring tentang Islam.

F. Memiliki fisik yang kuat
   1. Bersih badan
   2. Bersih pakaian
   3. Bersih tempat tinggal
   4. Komitmen dengan adab makan dan minum sesuai dengan sunnah.
   5. Tidak isrof (berlebihan) dalam bergadang.
   6. Komitmen dengan olah raga/latihan 4 jam setiap pekan.
   7. Tampil energik/bersemangat.
   8. Memperhatikan tata cara baca yang sehat.
   9. Mencabut diri dari merokok.
   10. Menghindari tempat-tempat kotor dan polusi.
   11. Menghindari tempat-tempat bencana (bila masih diluar area)

G. Mampu mengendalikan diri
    1. Tetap istiqomah (tidak condong pada penyimpangan)
    2. Menjauhi/Menahan anggota tubuh dari segala yang haram.
    3. Menjauhi tempat-tempat yang haram
    4. Menjauhi tempat-tempat maksiat.
    5. Menjauhi perbuatan zina.
    6. Menjauhi perbuatan makruh (hal-hal yang dibenci Allah)
    7. Menjauhi hal-hal yang subhat (sesuatu yang hukumnya diantara halal dan haram).
    8. Mampu menahan emosi.
    9. Tidak tersimpan kedengkian pada siapapun, kecuali pada musuh Allah.
    10. Tidak berniat membalas dendam
    11. Tidak putus asa.

H. Rapih dan teratur dalam aktivitasnya
    1. Memperbaiki penampilannya.
    2. Amanah dalam tugas (mampu menyelesaikan tugas dengan baik
    3. Gemar bersilaturrahmi.
    4. Tidak menjalin hubungan dengan lembaga- lembaga yang menentang Islam.
    5. Mempersiapkan segala sesuatu dengan perencanaan yang matang.
    6. Seimbang dan adil (tawajun muasit) dalam berbagai urusan.
    7. Mampu menyelesaikan masalah dengan bijaksana.
    8. Tidak mengulangi kesalahan yang pernah diperbuat

I. Pandai memanfaatkan waktu
   1. Bangun sebelum fajar.
   2. Membaca sesuatu diluar spesialisasinya minimal 2 jam per pekan.
   3. Memperluas diri dengan sarana-sarana baru. (contoh : mengikuti seminar, 

       diskusi, simposium, internet, dll)
   4. Menghabiskan waktu untuk belajar

J. Bermanfaat bagi orang lain
   1. Membantu yang membutuhkan.
   2. Memberi petunjuk orang tersesat.
   3. Mampu melerai perselisihan
   4. Berpartisipasi dalam kerja-kerja jama’i (bersama-sama)
   5. Mampu mengurus jenazah (memandikan, mengkafani, mensyolatkan, dan menguburkan)
   6. Menguasai P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan).
   7. Mampu mengatasi kesurupan jin.
   8. Ikut berpartisipasi dalam kegembiraan.
   9. Menikah dengan pasangan yang sesuai.


Anggota TSPM UMT Angkatan ke - I


Akhir Sebuah Pencarian antara Si Meong
(TSPM UNILA Angkatan Ke - X)



Sawarna, Banten Desa Wisata Sejuta Pesona


Provinsi Banten ternyata memiliki objek wisata desa yang tak kalah menarik dibandingkan dengan komunitas Suku Baduy. Anda bisa menikmati keindahan alam yang memesona di Desa Sawarna.
 

Kabupaten Lebak merupakan satu dari tiga daerah tujuan wisata potensial di Provinsi Banten, setelah Kabupaten Serang dan Pandeglang.

Dua objek wisata favorit yang dimiliki Kabupaten Lebak adalah pantai dan komunitas Suku Baduy. Namun, corak budaya yang dimiliki Suku Baduy ternyata lebih menarik bagi wisatawan untuk dikunjungi daripada objek wisata pantai yang ada di Lebak.

Padahal dalam kacamata bisnis, sebenarnya pantai lebih berpotensi mendatangkan uang daripada objek wisata budaya di pedalaman Pegunungan Kendeng di Kecamatan Leuwidamar itu.

Pemerintah Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten sepertinya belum serius mengelola kawasan wisata pantai dan mempromosikannya, sehingga penyebabkan bisnis pariwisata di Kabupaten Lebak tidak pernah berkembang, melainkan justru semakin terpuruk.

Minimnya investasi di sektor industri pariwisata bisa dijadikan parameter bahwa Lebak sama sekali tidak menarik bagi investor untuk bisnis pariwisata.

Ketika warga Lebak mulai bosan dengan kondisi alam dan pantai yang semakin tidak menarik, Desa Sawarna, di Kecamatan Bayah, dijadikan obatnya.

Keindahan Sawarna tiba-tiba saja memancar. Pesonanya merasuk ke pantai, gunung, hutan, laguna, sampai gua. Pemerintah daerah kabupaten dan provinsi berdecak terkagum-kagum melihat keindahan alam yang ada di Sawarna.

Kalau belum pernah ke Sawarna, jangan dulu Anda menilai berlebihan apabila Kepala Desa Sawarna M.A. Erwin Komara Sukma menyebutkan bahwa potensi wisata yang dimiliki desanya terlengkap di Indonesia.

Gua Jepang

Selain pesona Pantai Ciantir sepanjang 12 km yang berair jernih dengan pasir putih, di Sawarna juga terdapat beberapa laguna dan 23 gua peninggalan penjajah Jepang yang masih diselimuti misteri.

Konon, menurut Erwin, gua-gua itu adalah lubang bekas penggalian emas oleh penjajah Jepang, dan setengah dari jumlah gua itu di dalamnya masih terdapat sisa-sisa peralatan yang digunakan tentara Jepang saat becokol di Banten selatan seperti rongsokan mobil Jeep, selongsong mortir, alat memasak, dan sepeda motor. Cukup membuat penasaran.

Karena penasaran, hampir setiap minggu ada saja wisatawan yang mencoba menelusuri lorong-lorong dari gua-gua itu. Gua terbesar yang paling sering diterobos wisatawan adalah Gua Lalay (gua kelelawar).

Sesuai namanya, gua ini dipenuhi kelelawar dan kalau terus ditelusuri, ujung gua akan tembus ke laut. Setelah media masa mengupas daya tarik Sawarna, kini setiap hari sedikitnya delapan wisatawan asing berkunjung ke sana.

Karena belum ada fasilitas penginapan yang memadai, wisatawan, sementara ini dapat menyewa vila milik desa secara bersama-sama.

Kalau ingin lebih menikmati kehidupan bersahaja khas masyarakat pedesaan, wisatawan bisa berbaur di rumah-rumah penduduk, tentu dengan bayaran tanpa tarif...