Memilih Teknologi Perbankan Syariah

Oleh Ivan Irawan

Saat ini kita adalah saksi bagi pertumbuhan pesat perbankan syariah di Indonesia. Berbagai kemudahan melalui regulasi telah diberikan oleh Bank Indonesia agar semakin banyak tersedia layanan perbankan syariah di Indonesia. Iklim yang semakin kondusif ini seharusnya mampu mendorong pelaku bisnis perbankan di Indonesia yang konon termasuk paling besar di dunia dalam hal jumlah usaha dalam satu negara. Jika ratusan bank umum yang ada di Indonesia membuka Unit Usaha Syariah (UUS), maka masyarakat akan semakin mudah mendapatkan layanan perbankan syariah.

Sistem perbankan syariah sesungguhnya tidak terbatas pasarnya pada nasabah yang memiliki ikatan emosional keagamaan (masyarakat muslim). Layanan perbankan syariah dapat dinikmati oleh siapa saya tidak bergantung agama yang dianut sepanjang bersedia mengikuti cara berbisnis yang diperbolehkan secara syariah. Masyarakat membutuhkan lembaga keuangan yang kuat, transparan, adil dan berkomitmen membantu meningkatkan perekonomian dan usaha nasabah.

Pengalaman saya ikut dalam kegiatan konversi Bank Umum menjadi Bank Umum Syariah membuktikan bahwa dengan edukasi dan cara pendekatan yang tepat, masyarakat non-muslim tidak mengalami masalah melakukan kegiatan perbankan secara syariah. Bahkan pada salah satu cabang yang dikonversi dari Bank Umum, sampai saat ini lebih dari 70% nasabahnya adalah non-muslim. Tidak ditemui kendala berarti dalam proses edukasi dan retaining nasabah, salah satunya terlebih karena strategi sederhana namun jitu dengan mengganti nama produk yang berbahasa Arab dengan nama produk yang lebih mudah dimengerti oleh nasabah non-muslim.

Kenyataannya ada beberapa hal yang menjadi penghambat bagi pelaku industri keuangan untuk sesegera mungkin masuk ke bisnis perbankan syariah. Faktor langka dan terbatasnya Sumber Daya Insani yang mengerti betul perbankan syariah menjadi salah satunya. Faktor penghambat lainnya adalah Teknologi Informasi (TI) Perbankan Syariah.

Bagi yang pernah mendalami perbankan konvensional dan syariah paham bahwa perbedaan sistem konvensional dan syariah bukan hanya pada kulit luarnya saja, namun justru di inti bisnis prosesnya. Syariah atau tidaknya transaksi sangat terkait dengan esensi dari model transaksinya. Implikasinya sistem TI syariah haruslah benar-benar menyentuh sampa ke inti prosesnya, mulai dari tata cara transaksi dan akad sampai pembukuan. Jadi membangun sistem TI syariah tidaklah cukup dengan melakukan tambal sulam dari sistem TI bank konvensional.

Tambahan lainnya akad/bisnis proses dalam perbankan syariah lebih variatif daripada pada perbankan konvensional. Jika di dalam sistem TI bank konvensional biasanya mengenal hanya dua sampai tiga bisnis proses di pinjaman (yang dapat dikembangkan menjadi berbagai produk derivatifnya), maka di dalam sistem TI bank syariah bisa jadi mengenal lebih dari 10 jenis bisnis proses di pembiayaan (belum termasuk produk derivatifnya. Artinya sistem TI syariah yang baik seharusnya merupakan proses re-engineering TI perbankan mulai dari dasar/inti (start from scratch).

Sistem perbankan syariah adalah unik untuk setiap negara. Kita dapat melihat perbedaan antara sistem perbankan syariah di Indonesia dengan di Malaysia atau dengan di daerah Timur Tengah. Setiap negara memiliki lembaga semacam Dewan Syariah Nasional sebagai penjaga gawang bagi kemurnian pelaksanaan perbankan syariah. Hal ini menyebabkan mudah menerapkan suatu sistem TI syariah di suatu negara meskipun sistem tersebut telah terbukti sukses di negara lainnya. Peraturan dan penjaga gawangnya berbeda.

Internet Memberi Nilai Tambah Bagi Pelaku UKM

Oleh ISM

Internet dan teknologi informasi bisa berperan penting dalam memajukan usaha kecil/mikro (UKM). Ia dapat meningkatkan nilai tambah bahkan dapat digunakan sebagai medium untuk memeratakan distribusi pendapatan.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi yang menutup rangkaian acaraperesmian BMT Niriah STAIM di Aula Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM) di Cikokol Tangerang, Ahad (10/2/2008).

Diskusi bertema "Pemberdayaan Usaha Kecil/Mikro Dengan Dukungan Teknologi Informasi dan Internet" tersebut menampilkan pembicara M. Gunawan Yasni dari Dewan Syariah Nasional MUI, pakar Internet Strategi Nukman Luthfie, Direktur Utama OASIS TNG Miftah Fauzy dan Ahmad Badawi mewakili pimpinan Muhammadiyah kota Tangerang.

Internet, menurut Nukman, dapat memberikan nilai tambah signifikan bagi produk yang dihasilkan oleh UKM. "Sayangnya peningkan value tersebut tidak serta merta dinikmati secara merata. Dengan kata lain hanya dinikmati oleh pedagang dan perantara, sementara produsennya tidak. Disini terjadi ketidakadilan," katanya.

Nukman mengisahkan nasib perajin di Yogyakarta yang menjual karyanya kepada tengkulak di Bali dengan harga seperlima dari harga jual setelah produk tersebut diekspor atau dijajakan via Internet. Walau harganya berlipat, tutur Nukman, margin tersebut praktis hanya dinikmati oleh pedagang atau tengkulak.

"Oleh karenanya jika para pelaku usaha mikro dan kecil memiliki sendiri jaringan distribusi yang antara lain dibangun dengan berhimpun dalam jaringan kerjasama antar BMT, maka sebagai produsen ia dapat turut menikmati nilai tambah yang diciptakan melalui penggunaan teknologi tersebut" ujar Nukman, menjelaskan tautan antara teknologi informasi dan internet dengan keberadaan BMT atau baitul maal wa tamwil.

Sementara itu, Gunawan Yasni berpendapat kehadiran teknologi informasi dan Internet dapat menjadi wasilah untuk memisahkan yang halal dan haram. "Ini misalnya terjadi di perbankan yang menjalankan dual system, konvensional dan syariah, melalui office channeling," ujarnya.

Ia mengatakan, kendati transaksi berlangsung di tempat atau kantor bank konvensional, namun karena sistem teknologi informasi yang digunakan telah sesuai syariah maka transaksi yang terjadi tidak tercampur dengan yang ribawi.

Ustadz muda ini menegaskan bahwa pengkhidmatan pakar teknologi informasi dan Internet dalam mengembangkan ekonomi syariah bisa dikategorikan sebagai perbuatan mulia. "Siapa yang membela agama Allah, maka Allah akan meneguhkan kedudukannya, dan ia akan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat," ujarnya seraya mengutip mengutip Alquran surat Muhammad ayat 7.

Dewan Standard Akuntansi Terbitkan Enam PSAK

Oleh ISM

Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan (KAS DSAK) menerbitkan enam Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah (LKS). PSAK yang diterbitkan merupakan standard akuntansi yang mengatur seluruh transaksi keuangan syariah dari berbagai LKS.

PSAK tersebut adalah PSAK No 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah, PSAK No 102 tentang akuntansi Murabahah (Jual beli), PSAK No 103 tentang Akuntansi Salam, PSAK No 104 tentang Akuntansi Isthisna, PSAK No 105 tentang Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil), dan PSAK No 106 tentang Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).

"Mulai berlaku efektif 1 Januari 2008," jelas Ketua KAS DSAK, M Yusuf Wibisana dalam seminar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) yang bertajuk "Dampak Penerbitan PSAK dalam Transaksi Keuangan Syariah", di Jakarta, Kamis (6/12/2007).

Dalam penyusunannya KAS DSAK mendasarkan pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia dan fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).

Mengomentari terbitnya enam PSAK tersebut, anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), Gunawan Yasni yang menjadi moderator dalam seminar tersebut, berpendapat terdapat satu permasalahan dalam menerapkan SAK Murabahah (Jual beli) Nomor 102.

SAK tersebut menurutnya berpotensi menyebabkan berlakunya pajak ganda dalam transaksi pembiayaan murabahah perbankan syariah, karena SAK mewajibkan pencatatan aliran persediaan masuk dan keluar dalam pembukuan bank syariah. Dalam hal ini bank syariah dapat dianggap sebagai perusahaan perdagangan dan bukan bank sehingga pajak ganda berlaku.

"Padahal, berdasarkan PAPSI yang disusun BI 2003 lalu, dalam transaksi murabahah, bank syariah dimungkinkan langsung mencatatnya sebagai piutang murabahah," katanya.

Gunawan menyebutkan, bila pajak ganda berlaku, itu dapat menjadi kendala bagi pengembangan industri perbankan syariah. Untuk itu, pemerintah dan DPR perlu didorong agar segera mengamendemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehingga transaksi keuangan murabahah dengan pola pencatatan berdasarkan SAK 102 tidak mewajibkan pajak ganda.

Sementara itu, Direktur Bank Syariah Mandiri (BSM), Hanawijaya tidak mempersalahkan penerbitan SAK Murabahah dimana dalam standar akuntansi tersebut diwajibkan adanya pencatatan aliran persediaan masuk dan keluar. Penyusunan SAK tersebut didasarkan pada prinsip fiqh murabah. Karena itu, SAK Murabahah Nomor 102 tidak perlu dirubah.

"Saya kira tidak ada masalah dengan penerbitan SAK murabahah yang mengatur tentang inventory (persediaan) masuk dan keluar karena memang penyusunan SAK tersebut berdasarkan rukun Murabahah," ujarnya.

Dengan demikian, yang diperlukan bagi perkembangan industri perbankan syariah terkait SAK Murabahah, adalah komitmen pemerintah dalam mendukung perkembangan industri dengan segera menetapkan pembiayaan murabahah tidak sebagai transaksi jual beli, tapi sebagai transaksi intermediasi perbankan. Karena itu, pembiayaan murabahah hanya boleh dikenakan PPN satu kali.

Bayar Tagihan, Bayar Zakat, Lewat Ponsel

Oleh BHS

Tabungan syariah ternyata tak kalah canggih dengan tabungan konvensional. Tabungan Berencana Bank Syariah Mandiri (BSM), contohnya, kini tak hanya bisa diakses lewat internet. Tapi juga bisa melalui ponsel.

Layanan mobile banking BSM ini, menurut Yuslam Fauzi, Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, ditujukan memberikan berbagai kemudahan bagi nasabah. BSM Mobile merupakan produk layanan perbankan berbasis teknologi selular untuk transaksi online dengan kode akses untuk semua operator 3339.

"Manfaatnya untuk pengecekan saldo, pemindahbukuan antar rekening BSM dan rekening lain yang terdaftar di BSM, serta membayar tagihan telepon. Fasilitas ini dapat digunakan semua operator telepon seluler," ujar Yuslam, di Jakarta, baru-baru ini.

Untuk mengembangkan layanan mobile banking ini, BSM menggandeng PT Sapua Konsultindo. Sapua bertugas mengembangkan aplikasi mobile berbasis Java atau Java Based Mobile Banking Application (mBSM).

Menurut siara pers yang dirilis Sapua dalam websitenya. Lewat aplikasi ini pengguna mobile banking BSM bisa mengganti PIN. Mereka juga bisa membayar aneka macam tagihan seperti internet, PLN, telepon, telepon seluler atau membeli voucher ponsel. Layanan itu juga bisa digunakan untuk membayar zakat. Layanan ini dikembangkan Sapua sejak April 2006 dan mulai berfungsi penuh pada kuartal akhir 2006.

Tabungan Berencana BSM sendiri adalah tabungan yang menggunakan prinsip Mudharabah Muthlaqoh dengan periode kontrak tabungan 1-10 tahun.

"Mudharabah Muthlaqoh merupakan kerja sama antar kedua belah pihak. Pihak pertama menyediakan modal dan memberikan kewenangan penuh kepada pihak bank dalam menentukan jenis dan tempat investasi. Sedangkan keuntungan dibagi menurut kesepakatan di muka," jelasnya.

Produk BSM itu bekerja sama dengan Bank Mandiri selaku induk perusahaan serta dengan mitra strategis lain, seperti PT Asuransi Panin Life Cabang Syariah. "Panin Life memberikan perlindungan asuransi kepada nasabah Tabungan Berencana BSM," tutur dia.

Konfigurasi Sistem Perbankan Syariah Malaysia

Struktur regulasi yang mengatur perbankan syariah di Malaysia cukup menarik untuk dicermati, karena mengawinkan sistem hukum common law dengan sistem hukum Islam secara komperehensif. Malaysia telah menyiapkan berbagai legal frame work bagi perkembangan perbankan syariah secara komperehensif, selain diatur secara mandiri perbankan syariah telah didukung oleh instrumen pasar modal syariah, asuransi syariah serta berbagai infrastruktur hukum syariah yang lainnya.

Malaysia melakukan pemisahan peraturan perundang-undangan mengenai perbankan syariah dari sistem perbankan konvensional secara bertahap dan dari satu sisi ke sisi yang lain. Pemisahan tersebut dimulai dengan dikeluarkannya Islamic Bank Act (IBA) yang berlaku pada 7 April 1983, pada undang-undang tersebut Bank Negara Malaysia diberikan kekuasaan untuk melakukan supervisi kepada bank syariah. Sisi lain yang digarap adalah pengaturan mengenai investasi yang dilakukan dengan mengundangkan Government Investment Act 1983, pada saat tersebut pemerintah Malaysia mengeluarkan Government Investment Issue (GII), yaitu surat berharga pemerintah yang dikelola menggunakan prinsip-prinsip Syariah. Dalam hal ini GII dianggap sama dengan aset lancar, Bank Islam dapat melakukan penanaman modal pada GII agar mendapatkan bantuan pinjaman likuiditas dari pemerintah.

Untuk dapat memahami konfigurasi sistem, hukum perbankan syariah di Malaysia, berikut akan diuraikan sejarah perkembangan perbankan syariah di Malaysia,legal framework perbankan syariah, sub sistem hukum perbankan syariah, serta pemenuhan aspek syariah dalam kegiatan perbankan syariah di Malaysia. Dengan menggunakan beberapa tinjauan yang lebih spesifik tersebut, diharapkan akan diperoleh gambaran yang proporsial dan menyeluruh mengenai sistem hukum perbankan syariah yang ada di Malaysia.