Dewan Standard Akuntansi Terbitkan Enam PSAK

Oleh ISM

Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan (KAS DSAK) menerbitkan enam Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah (LKS). PSAK yang diterbitkan merupakan standard akuntansi yang mengatur seluruh transaksi keuangan syariah dari berbagai LKS.

PSAK tersebut adalah PSAK No 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah, PSAK No 102 tentang akuntansi Murabahah (Jual beli), PSAK No 103 tentang Akuntansi Salam, PSAK No 104 tentang Akuntansi Isthisna, PSAK No 105 tentang Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil), dan PSAK No 106 tentang Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).

"Mulai berlaku efektif 1 Januari 2008," jelas Ketua KAS DSAK, M Yusuf Wibisana dalam seminar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) yang bertajuk "Dampak Penerbitan PSAK dalam Transaksi Keuangan Syariah", di Jakarta, Kamis (6/12/2007).

Dalam penyusunannya KAS DSAK mendasarkan pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia dan fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).

Mengomentari terbitnya enam PSAK tersebut, anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), Gunawan Yasni yang menjadi moderator dalam seminar tersebut, berpendapat terdapat satu permasalahan dalam menerapkan SAK Murabahah (Jual beli) Nomor 102.

SAK tersebut menurutnya berpotensi menyebabkan berlakunya pajak ganda dalam transaksi pembiayaan murabahah perbankan syariah, karena SAK mewajibkan pencatatan aliran persediaan masuk dan keluar dalam pembukuan bank syariah. Dalam hal ini bank syariah dapat dianggap sebagai perusahaan perdagangan dan bukan bank sehingga pajak ganda berlaku.

"Padahal, berdasarkan PAPSI yang disusun BI 2003 lalu, dalam transaksi murabahah, bank syariah dimungkinkan langsung mencatatnya sebagai piutang murabahah," katanya.

Gunawan menyebutkan, bila pajak ganda berlaku, itu dapat menjadi kendala bagi pengembangan industri perbankan syariah. Untuk itu, pemerintah dan DPR perlu didorong agar segera mengamendemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehingga transaksi keuangan murabahah dengan pola pencatatan berdasarkan SAK 102 tidak mewajibkan pajak ganda.

Sementara itu, Direktur Bank Syariah Mandiri (BSM), Hanawijaya tidak mempersalahkan penerbitan SAK Murabahah dimana dalam standar akuntansi tersebut diwajibkan adanya pencatatan aliran persediaan masuk dan keluar. Penyusunan SAK tersebut didasarkan pada prinsip fiqh murabah. Karena itu, SAK Murabahah Nomor 102 tidak perlu dirubah.

"Saya kira tidak ada masalah dengan penerbitan SAK murabahah yang mengatur tentang inventory (persediaan) masuk dan keluar karena memang penyusunan SAK tersebut berdasarkan rukun Murabahah," ujarnya.

Dengan demikian, yang diperlukan bagi perkembangan industri perbankan syariah terkait SAK Murabahah, adalah komitmen pemerintah dalam mendukung perkembangan industri dengan segera menetapkan pembiayaan murabahah tidak sebagai transaksi jual beli, tapi sebagai transaksi intermediasi perbankan. Karena itu, pembiayaan murabahah hanya boleh dikenakan PPN satu kali.