Pantun Pendidikan, Bisa Menjadi Hiburan

Di setiap sekolah pasti kita selalu mendapat pelajaran bahasa Indonesia. Mulai dari tingkat yang paling rendah yaitu kelas satu Sekolah Dasar hinga pada jenjang yang paling tinggi yaitu SMU atau sekolah tingkat atas lainnya yang sederajat. Dalam pelajaran ini kita tidak hanya mendapat bagaimana cara melakukan komunikasi dengan bahasa Indonesia saja.
Namun ada jenis pelajaran lain yang juga harus dikuasai. Yaitu kesusastraan. Dalam sub pelajaran ini kita akan mendapat beberapa jenis karya sastra. Contohnya  pantun. Dan karena masih menjalani pendidikan di sekolah maka pantun yang diberikan biasanya juga berbentuk pantun pendidikan.

Pantun Pendidikan Untuk Hiburan
Meski merupakan pelajaran yang harus diikuti dengan serius namun ketika kita berlatih untuk membuat pantun pendidikan kita bisa mendapat hiburan yang cukup segar. Karena seni sastra terutama untuk pantun memang bisa kita nikmati lebih mudah. Bahkan kita juga bisa membuat pantun sendiri dengan isi yang sesuai dengan kehendak kita. Yang terpenting adalah masih berhubungan dengan dunia pendidikan.
Berikut ini ada beberapa contoh pantun pendidikan yang kalimatnya tidak terlalu berat dan cukup mampu untuk memberi hiburan.

Melihat Petruk memecah batu
Limbuk dan cangik memberi makan
Semua tekun mencari ilmu
Untuk tujuan di masa depan

Merasa takut digigit ular
Kancil sembunyi di pohon lontar
Jangan malas untuk belajar
Agar menjadi murid yang pintar

Berjalan jalan memakai kaos
Bergambar gajah menanam padi
Diajak teman untuk membolos
Biarkan dia bolos sendiri

Lihat bu lurah menanam tomat
Pak lurah memberi tanah yang coklat
Dengan pak guru selalu hormat
Dengan sang teman selalu dekat

Membuat Pantun Pendidikan
Demikianlah beberapa contoh pantun pendidikan yang meski terkesan serius namun mengandung unsur hiburan yang ringan. Lalu bagaimanakah cara membuat pantun yang bagus untuk pendidikan sekaligus bisa memberi hiburan?. Dalam hal ini ada beberapa hal yang mesti diperhatikan. Antara lain adalah :
  1. Isi pantun
    Semua inti atau isi dari pantun selalu terdapat pada kalimat baris yang nomor tiga dan empat. Tidak terkecuali dengan pantun pendidikan. Jadi buatlah kalimat tersebut yang juga berhubungan dengan dunia pendidikan. 
  2. Sampiran
    Agar pantun pendidikan tersebut mampu memberi nuansa hiburan yang segar, buatlah kalimat yang ringan dan terkesan lucu atau komedi. Sehingga pembaca atau penikmat pantun akan tersenyum meski pantun tersebut berisi pelajaran yang cukup serius.
  3. Penggunaan bahasa
    Meski mengandung unsur hiburan namun ketika membuat pantun pendidikan tetap harus menggunakan kaidah atau aturan dan tata bahasa Indonesia yang benar. Jangan sampai terjadi hanya karena ingin menghibur orang (terutama kaum pelajar) kita melalaikan hal tersebut.
  4. Sesuai dengan aturan
    Demikian pula dengan aturan dari pembuatan pantun itu sendiri. Karena untuk membuat pantun memang ada beberapa aturan yang tidak bisa dilanggar begitu saja. Misalnya tentang jumlah suku kata, akhiran ucapan kata atau kalimat dan lain sebagainya. Sehingga pantun pendidikan tersebut tetap bisa dipandang sebagai karya yang punya nilai seni sastra yang tinggi. 
 sumber :  http://www.anneahira.com/pantun-pendidikan.htm

Kumpulam Puisi Kontemporer yang Sarat Makna

Puisi kontemporer adalah bentuk puisi kekinian. Puisi tidak lagi dipandang sebagai karya sastra yang terikat oleh bentuk dan rima, tetapi sebuah puisi diciptakan untuk menyampaikan gagasan. Chairil Anwar dipandang sebagai pelopor revolusi bentuk puisi. Baginya bentuk puisi itu tidak penting. Yang penting adalah ujud pengucapan bantin.
Sebenarnya puisi-puisi Chairil Anwar pun sudah dapat dikatakan sebagai puisi kontemporer karena bentuk fisik puisinya menjadi contoh penyair-penyair berikutnya, bahkan sampai sekarang. Namun, istilah kontemporer sendiri mulai poluper pada era 70-an. Sutardji Calzoum Bahcri sebagai pelopornya.
Sutarji Calzoum Bachri menulis puisi menempatkan bentuk fisik puisi dalam kedudukan yang terpenting. Pengulangan kata dan bunyi adalah kekuatan puisinya. Sutardji ingin mengembalikan puisi pada pada hakikatnya, yaitu sebagai doa. Bentuk doa selalu ada persamaan ritma layaknya sebuah mantra.
Contoh puisi kontemporer karya Sutardji
Tradi Wingeka dan Sihka
kawin   
           kawin
                       kawin
                              kawin
                                         kawin
                                                     ka
                                            win
                                       ka
                                win
                      ka
             win
       ka
   win
ka
     win
             winka
                               winka
                                          winka
                                                     sihka
                                                              sihka
                                                                       sihka
                                                                                 sih
                                                                             ka
                                                                      sih
                                                                ka
                                                       sih
                                               ka
                                     sih
                               ka
                      sih
                 ka
                       sih
                              sih
                                    sih
                                             sih
                                                     sih
                                                           sih
                                                                  ka
                                                                         sih
                                                                                ku
Dalam puisi di atas bentuk grafis sangat dipentingkan penyair, bukan hanya penyair menulis dengan bentuk zigzag, tapi juga penyair ingin menyampaikan gagasan lewat pengulangan kata yang dibolak-balik.
Di sinilah kenapa Sutardji dipandang sebagai bapak pembaharu puisi kontemporer karena dia sudah berani mengobok-obok bentuk puisi lama yang dalam penyampaianya selalu dalam bentuk bait empat baris.
Dalam bentuk fisik puisi yang tidak biasa itu Sutardji menyampaikan gagasan lewat kata yang sederhana menjadi sangat rumit dan bermakna. Kata yang ditulis hanya kawin dan kasih.
Namun, di tangan Sutardji kedua kata itu menjadi kata yang luar biasa yang mempunyai makna tersembuyi di balik bentuk zigzag dan bolak-balik kata. Tanpa membuat kata tersebut kehilangan makna.
Contoh lain sajak kontemporer yang mementingkan bentuk fisik adalah karya Ibrahim Sattah
Firman
                : Kun
                  (buat tanda salib)
                Adalah malaikat yang dekat denganMu yang duduk dalam halaMu yang senantiasa sujud yang senantiasa kabut telah lebih dulu raga tatkala berkabar Engkau kepadanya.
                dan
                Allah tiada Tuhan selain Dia
                dan
               Adam yang tak sedap diam
                dan
iblis
mematahkan alif
dan
pohon tegahan
membuahkan
firman
dan
angin
dan
api
dan
debu
dan
air
mengalir
dari sabda-Nya
dan
sihir
Yang meniup dengan ludah
Di bumi ini pun
hadir
                                : Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui
Tuhankuberikan padaku
Firman
Itu
1974
Dua contoh di atas adalah dua bentuk puisi kontemporer yang sampai sekarang banyak ditiru oleh penyair-penyair muda yang berbakat. Jika puisi lama lebih lebih menunjukan kesimbangan peranan bentuk fisik yang ditonjolkan pada rima, dengan bentuk batin, puisi baru lebih menonjolkan bentuk batin dan gagasan, sedangkan puisi kontemporer lebih menonjolkan struktur fisik dalam menyampaikan gagasan.
Bagaimana, apakah Anda tertarik untuk membuat puisi kontemporer? Segeralah mulai, kemudian cobalah untuk membukukan hasil karya yang Anda buat dalam bentuk kumpulan puisi kontemporer yang menarik.

 sumber : http://www.anneahira.com/kumpulan-puisi-kontemporer.htm