Oleh Ivan Irawan Saat ini kita adalah saksi bagi pertumbuhan pesat perbankan syariah di Indonesia. Berbagai kemudahan melalui regulasi telah diberikan oleh Bank Indonesia agar semakin banyak tersedia layanan perbankan syariah di Indonesia. Iklim yang semakin kondusif ini seharusnya mampu mendorong pelaku bisnis perbankan di Indonesia yang konon termasuk paling besar di dunia dalam hal jumlah usaha dalam satu negara. Jika ratusan bank umum yang ada di Indonesia membuka Unit Usaha Syariah (UUS), maka masyarakat akan semakin mudah mendapatkan layanan perbankan syariah. Sistem perbankan syariah sesungguhnya tidak terbatas pasarnya pada nasabah yang memiliki ikatan emosional keagamaan (masyarakat muslim). Layanan perbankan syariah dapat dinikmati oleh siapa saya tidak bergantung agama yang dianut sepanjang bersedia mengikuti cara berbisnis yang diperbolehkan secara syariah. Masyarakat membutuhkan lembaga keuangan yang kuat, transparan, adil dan berkomitmen membantu meningkatkan perekonomian dan usaha nasabah. Pengalaman saya ikut dalam kegiatan konversi Bank Umum menjadi Bank Umum Syariah membuktikan bahwa dengan edukasi dan cara pendekatan yang tepat, masyarakat non-muslim tidak mengalami masalah melakukan kegiatan perbankan secara syariah. Bahkan pada salah satu cabang yang dikonversi dari Bank Umum, sampai saat ini lebih dari 70% nasabahnya adalah non-muslim. Tidak ditemui kendala berarti dalam proses edukasi dan retaining nasabah, salah satunya terlebih karena strategi sederhana namun jitu dengan mengganti nama produk yang berbahasa Arab dengan nama produk yang lebih mudah dimengerti oleh nasabah non-muslim. Kenyataannya ada beberapa hal yang menjadi penghambat bagi pelaku industri keuangan untuk sesegera mungkin masuk ke bisnis perbankan syariah. Faktor langka dan terbatasnya Sumber Daya Insani yang mengerti betul perbankan syariah menjadi salah satunya. Faktor penghambat lainnya adalah Teknologi Informasi (TI) Perbankan Syariah. Bagi yang pernah mendalami perbankan konvensional dan syariah paham bahwa perbedaan sistem konvensional dan syariah bukan hanya pada kulit luarnya saja, namun justru di inti bisnis prosesnya. Syariah atau tidaknya transaksi sangat terkait dengan esensi dari model transaksinya. Implikasinya sistem TI syariah haruslah benar-benar menyentuh sampa ke inti prosesnya, mulai dari tata cara transaksi dan akad sampai pembukuan. Jadi membangun sistem TI syariah tidaklah cukup dengan melakukan tambal sulam dari sistem TI bank konvensional. Tambahan lainnya akad/bisnis proses dalam perbankan syariah lebih variatif daripada pada perbankan konvensional. Jika di dalam sistem TI bank konvensional biasanya mengenal hanya dua sampai tiga bisnis proses di pinjaman (yang dapat dikembangkan menjadi berbagai produk derivatifnya), maka di dalam sistem TI bank syariah bisa jadi mengenal lebih dari 10 jenis bisnis proses di pembiayaan (belum termasuk produk derivatifnya. Artinya sistem TI syariah yang baik seharusnya merupakan proses re-engineering TI perbankan mulai dari dasar/inti (start from scratch). Sistem perbankan syariah adalah unik untuk setiap negara. Kita dapat melihat perbedaan antara sistem perbankan syariah di Indonesia dengan di Malaysia atau dengan di daerah Timur Tengah. Setiap negara memiliki lembaga semacam Dewan Syariah Nasional sebagai penjaga gawang bagi kemurnian pelaksanaan perbankan syariah. Hal ini menyebabkan mudah menerapkan suatu sistem TI syariah di suatu negara meskipun sistem tersebut telah terbukti sukses di negara lainnya. Peraturan dan penjaga gawangnya berbeda.
Memilih Teknologi Perbankan Syariah
Internet Memberi Nilai Tambah Bagi Pelaku UKM
Oleh ISM Internet dan teknologi informasi bisa berperan penting dalam memajukan usaha kecil/mikro (UKM). Ia dapat meningkatkan nilai tambah bahkan dapat digunakan sebagai medium untuk memeratakan distribusi pendapatan. Hal tersebut mengemuka dalam diskusi yang menutup rangkaian acaraperesmian BMT Niriah STAIM di Aula Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM) di Cikokol Tangerang, Ahad (10/2/2008). Diskusi bertema "Pemberdayaan Usaha Kecil/Mikro Dengan Dukungan Teknologi Informasi dan Internet" tersebut menampilkan pembicara M. Gunawan Yasni dari Dewan Syariah Nasional MUI, pakar Internet Strategi Nukman Luthfie, Direktur Utama OASIS TNG Miftah Fauzy dan Ahmad Badawi mewakili pimpinan Muhammadiyah kota Tangerang. Internet, menurut Nukman, dapat memberikan nilai tambah signifikan bagi produk yang dihasilkan oleh UKM. "Sayangnya peningkan value tersebut tidak serta merta dinikmati secara merata. Dengan kata lain hanya dinikmati oleh pedagang dan perantara, sementara produsennya tidak. Disini terjadi ketidakadilan," katanya. Nukman mengisahkan nasib perajin di Yogyakarta yang menjual karyanya kepada tengkulak di Bali dengan harga seperlima dari harga jual setelah produk tersebut diekspor atau dijajakan via Internet. Walau harganya berlipat, tutur Nukman, margin tersebut praktis hanya dinikmati oleh pedagang atau tengkulak. "Oleh karenanya jika para pelaku usaha mikro dan kecil memiliki sendiri jaringan distribusi yang antara lain dibangun dengan berhimpun dalam jaringan kerjasama antar BMT, maka sebagai produsen ia dapat turut menikmati nilai tambah yang diciptakan melalui penggunaan teknologi tersebut" ujar Nukman, menjelaskan tautan antara teknologi informasi dan internet dengan keberadaan BMT atau baitul maal wa tamwil. Sementara itu, Gunawan Yasni berpendapat kehadiran teknologi informasi dan Internet dapat menjadi wasilah untuk memisahkan yang halal dan haram. "Ini misalnya terjadi di perbankan yang menjalankan dual system, konvensional dan syariah, melalui office channeling," ujarnya. Ia mengatakan, kendati transaksi berlangsung di tempat atau kantor bank konvensional, namun karena sistem teknologi informasi yang digunakan telah sesuai syariah maka transaksi yang terjadi tidak tercampur dengan yang ribawi. Ustadz muda ini menegaskan bahwa pengkhidmatan pakar teknologi informasi dan Internet dalam mengembangkan ekonomi syariah bisa dikategorikan sebagai perbuatan mulia. "Siapa yang membela agama Allah, maka Allah akan meneguhkan kedudukannya, dan ia akan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat," ujarnya seraya mengutip mengutip Alquran surat Muhammad ayat 7.
Dewan Standard Akuntansi Terbitkan Enam PSAK
Oleh ISM Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan (KAS DSAK) menerbitkan enam Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah (LKS). PSAK yang diterbitkan merupakan standard akuntansi yang mengatur seluruh transaksi keuangan syariah dari berbagai LKS. PSAK tersebut adalah PSAK No 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah, PSAK No 102 tentang akuntansi Murabahah (Jual beli), PSAK No 103 tentang Akuntansi Salam, PSAK No 104 tentang Akuntansi Isthisna, PSAK No 105 tentang Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil), dan PSAK No 106 tentang Akuntansi Musyarakah (Kemitraan). "Mulai berlaku efektif 1 Januari 2008," jelas Ketua KAS DSAK, M Yusuf Wibisana dalam seminar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) yang bertajuk "Dampak Penerbitan PSAK dalam Transaksi Keuangan Syariah", di Jakarta, Kamis (6/12/2007). Dalam penyusunannya KAS DSAK mendasarkan pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia dan fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Mengomentari terbitnya enam PSAK tersebut, anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), Gunawan Yasni yang menjadi moderator dalam seminar tersebut, berpendapat terdapat satu permasalahan dalam menerapkan SAK Murabahah (Jual beli) Nomor 102. SAK tersebut menurutnya berpotensi menyebabkan berlakunya pajak ganda dalam transaksi pembiayaan murabahah perbankan syariah, karena SAK mewajibkan pencatatan aliran persediaan masuk dan keluar dalam pembukuan bank syariah. Dalam hal ini bank syariah dapat dianggap sebagai perusahaan perdagangan dan bukan bank sehingga pajak ganda berlaku. "Padahal, berdasarkan PAPSI yang disusun BI 2003 lalu, dalam transaksi murabahah, bank syariah dimungkinkan langsung mencatatnya sebagai piutang murabahah," katanya. Gunawan menyebutkan, bila pajak ganda berlaku, itu dapat menjadi kendala bagi pengembangan industri perbankan syariah. Untuk itu, pemerintah dan DPR perlu didorong agar segera mengamendemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehingga transaksi keuangan murabahah dengan pola pencatatan berdasarkan SAK 102 tidak mewajibkan pajak ganda. Sementara itu, Direktur Bank Syariah Mandiri (BSM), Hanawijaya tidak mempersalahkan penerbitan SAK Murabahah dimana dalam standar akuntansi tersebut diwajibkan adanya pencatatan aliran persediaan masuk dan keluar. Penyusunan SAK tersebut didasarkan pada prinsip fiqh murabah. Karena itu, SAK Murabahah Nomor 102 tidak perlu dirubah. "Saya kira tidak ada masalah dengan penerbitan SAK murabahah yang mengatur tentang inventory (persediaan) masuk dan keluar karena memang penyusunan SAK tersebut berdasarkan rukun Murabahah," ujarnya. Dengan demikian, yang diperlukan bagi perkembangan industri perbankan syariah terkait SAK Murabahah, adalah komitmen pemerintah dalam mendukung perkembangan industri dengan segera menetapkan pembiayaan murabahah tidak sebagai transaksi jual beli, tapi sebagai transaksi intermediasi perbankan. Karena itu, pembiayaan murabahah hanya boleh dikenakan PPN satu kali.
Bayar Tagihan, Bayar Zakat, Lewat Ponsel
Oleh BHS Tabungan syariah ternyata tak kalah canggih dengan tabungan konvensional. Tabungan Berencana Bank Syariah Mandiri (BSM), contohnya, kini tak hanya bisa diakses lewat internet. Tapi juga bisa melalui ponsel. Layanan mobile banking BSM ini, menurut Yuslam Fauzi, Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, ditujukan memberikan berbagai kemudahan bagi nasabah. BSM Mobile merupakan produk layanan perbankan berbasis teknologi selular untuk transaksi online dengan kode akses untuk semua operator 3339. "Manfaatnya untuk pengecekan saldo, pemindahbukuan antar rekening BSM dan rekening lain yang terdaftar di BSM, serta membayar tagihan telepon. Fasilitas ini dapat digunakan semua operator telepon seluler," ujar Yuslam, di Jakarta, baru-baru ini. Untuk mengembangkan layanan mobile banking ini, BSM menggandeng PT Sapua Konsultindo. Sapua bertugas mengembangkan aplikasi mobile berbasis Java atau Java Based Mobile Banking Application (mBSM). Menurut siara pers yang dirilis Sapua dalam websitenya. Lewat aplikasi ini pengguna mobile banking BSM bisa mengganti PIN. Mereka juga bisa membayar aneka macam tagihan seperti internet, PLN, telepon, telepon seluler atau membeli voucher ponsel. Layanan itu juga bisa digunakan untuk membayar zakat. Layanan ini dikembangkan Sapua sejak April 2006 dan mulai berfungsi penuh pada kuartal akhir 2006. Tabungan Berencana BSM sendiri adalah tabungan yang menggunakan prinsip Mudharabah Muthlaqoh dengan periode kontrak tabungan 1-10 tahun. "Mudharabah Muthlaqoh merupakan kerja sama antar kedua belah pihak. Pihak pertama menyediakan modal dan memberikan kewenangan penuh kepada pihak bank dalam menentukan jenis dan tempat investasi. Sedangkan keuntungan dibagi menurut kesepakatan di muka," jelasnya. Produk BSM itu bekerja sama dengan Bank Mandiri selaku induk perusahaan serta dengan mitra strategis lain, seperti PT Asuransi Panin Life Cabang Syariah. "Panin Life memberikan perlindungan asuransi kepada nasabah Tabungan Berencana BSM," tutur dia.
Konfigurasi Sistem Perbankan Syariah Malaysia
Struktur regulasi yang mengatur perbankan syariah di Malaysia cukup menarik untuk dicermati, karena mengawinkan sistem hukum common law dengan sistem hukum Islam secara komperehensif. Malaysia telah menyiapkan berbagai legal frame work bagi perkembangan perbankan syariah secara komperehensif, selain diatur secara mandiri perbankan syariah telah didukung oleh instrumen pasar modal syariah, asuransi syariah serta berbagai infrastruktur hukum syariah yang lainnya. Malaysia melakukan pemisahan peraturan perundang-undangan mengenai perbankan syariah dari sistem perbankan konvensional secara bertahap dan dari satu sisi ke sisi yang lain. Pemisahan tersebut dimulai dengan dikeluarkannya Islamic Bank Act (IBA) yang berlaku pada 7 April 1983, pada undang-undang tersebut Bank Negara Malaysia diberikan kekuasaan untuk melakukan supervisi kepada bank syariah. Sisi lain yang digarap adalah pengaturan mengenai investasi yang dilakukan dengan mengundangkan Government Investment Act 1983, pada saat tersebut pemerintah Malaysia mengeluarkan Government Investment Issue (GII), yaitu surat berharga pemerintah yang dikelola menggunakan prinsip-prinsip Syariah. Dalam hal ini GII dianggap sama dengan aset lancar, Bank Islam dapat melakukan penanaman modal pada GII agar mendapatkan bantuan pinjaman likuiditas dari pemerintah. Untuk dapat memahami konfigurasi sistem, hukum perbankan syariah di Malaysia, berikut akan diuraikan sejarah perkembangan perbankan syariah di Malaysia,legal framework perbankan syariah, sub sistem hukum perbankan syariah, serta pemenuhan aspek syariah dalam kegiatan perbankan syariah di Malaysia. Dengan menggunakan beberapa tinjauan yang lebih spesifik tersebut, diharapkan akan diperoleh gambaran yang proporsial dan menyeluruh mengenai sistem hukum perbankan syariah yang ada di Malaysia.
INSTITUSI PERBANKAN DI INDONESIA
Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia Desember 2008
SEKILAS PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional. Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang. Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan. Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional. “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya. Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional. Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri. Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut: Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%. Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”. Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah. Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami. Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Lembaga Keuangan Syariah Dalam Presfektif Ekonomi Rumah Tangga
|