Berdasarkan keterangan International Academy of Digital Arts and Sciences (IADAS), tantangan yang dihadapi masyarakat di antaranya penggunaan internet, kebijakan pemerintah dan perkembangan bisnis sehingga para ahli diminta segera bertindak.
Sejalan dengan perjalanan internet yang memasuki decade keempat, IADS percaya bahwa lima tahun ke depan harus meningkatkan perlindungan privasi, hukum hak cipta, netralitas internet, keterbukaan dan keamanan internet.
Tantangan pertama adalah perlindungan privasi. Saat ini, masyarakat dunia maya berbagi banyak kehidupan pribadi melalui jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Masyarakat juga mulai lebih sering menyimpan data digital di sistem cloud (sistem awan) dan ponsel.
Meskipun informasi yang dikumpulkan secara digital dapat dipersonalisasi di internet, namun tetap saja muncul kekhawatiran bahwa data tersebut dapat dikumpulkan dan dijual pihak lain, tanpa sadar dan digunakan untuk merugikan pengguna.
IADS percaya bahwa industri harus mengambil langkah cermat melawan mitos perdebatan privasi dengan menetapkan standar global, memberikan kebijakan transparansi serta mendidik pengguna internet.
“Sebagai contoh, Facebook yang diselimuti kasus pemanfaatan data pengguna tanpa izin harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka secara transparan ke publik,” tulis media Business Insider.
Saat ini, Electronic Frontier Foundation berambisi untuk memperluas hak-hak privasi pengguna di dunia nyata ke dalam produk digital dengan mempromosikan teknologi proteksi privasi.
Tantangan kedua adalah memodernisasi Undang-undang Hak Cipta. Aturan hak cipta telah tertingal jauh di belakang kurva teknologi. Audio, video, buku elektronik (e-book) dan artikel online dapat digandakan dan dipertukarkan hanya dengan menekan satu tombol. Di lain pihak, kebijakan kepemilikan produk sangat tidak mendukung di dunia digital.
IADAS menyarankan Undang-undang Hak Cipta yang baru dan lebih baik. “Untuk pengunaan internet yang berguna dibutuhkan aturan hak cipta yang berpotensi tinggi, baru dan modern sehingga merefleksikan hubungan antara teknologi dan kreativitas,” tulis keterangan IADAS.
Sebagai contoh, pengamat teknologi Anil Dash mencatat bahwa pelanggaran hak cipta paling mencolok tampak di video campuran lagu para artis di YouTube. Karya ini dapat dilihat sebagai pernyataan politik kolektif soal pembangkangan masyarakat. Pemerintah harus mendorong restrukturisasi politik online sehingga semua lapisan masyarakat tidak dirugikan.
Organisasi nirlaba Creative Commons saat ini mengembangkan dukungan dan infrastruktur hukum dan proses teknis untuk memaksimalkan kreativitas, pertukaran data dan inovasi digital.
Tantangan ketiga adalah memastikan netralitas internet. Pendukung netralitas internet percaya bahwa penyedia layanan internet (Internet service providers / ISP) harus memperlakukan semua lalu lintas web dengan sama.
Pengamat teknologi AS Vint Cerf yang dianggap banyak orang sebagai tokoh terkemuka internet percaya bahwa prinsip netralitas dapat meningkatkan kompetisi dan inovasi individu untuk menciptakan konten dan layanan terbaik.
“Terlalu banyak aturan membuat operator jaringan melakukan diskriminasi dalam mendukung berbagai jenis layanan. Ini mengganggu berbagai pihak dan menempatkan operator sebagai pengendali aktivitas online,” tulis Cerf.
Apa yang harus dilakukan untuk masa depan adalah para pemimpin industri dan pembuat kebijakan duduk bersama mengidentifikasi solusi demi menjamin perlakuan adil terhadap semua lalu lintas internet. “Bagaimanapun, solusi ini juga harus memberikan fleksibilitas yang cukup bagi ISP untuk mengelola jaringan dan layanan secara efisien,” tulis IADAS.
Tantangan keempat adalah menjaga keterbukaan web. Pencipta World Wide Web tim Berners-Lee menulis di Scientic American, “dengan merancang protokol komputer dan perangkat lunak, proses penggunaan sebenarnya di luar kontrol manusia. Kita berhak memilih properti yang kita inginkan dan tidak.”
Sayangnya, dengan keberadaan jejaring sosial dan perangkat seluler yang dibangun dengan platform tersendiri, Web diambang bahaya karena berada dalam lingkungan yang terfragmentasikan. Peserta IADAS memperingatkan keberadaan aplikasi seluler dan jejaring sosial yang cenderung membatasi interaksi Web dan kekuatan komunal.
Tantangan kelima adalah kekuatan pengamanan internet. Menyimpan data secara online sangat menyenangkan dan efisien namun kemudahan itu memiliki harga tersendiri. Muncul ketakutan di pengguna facebook atau data perbankan internet bahwa informasi pribadi mereka bisa jatuh ke tangan yang salah.
Contoh dugaan paling besar adalah pemerintah China yang menuduh Google di awal 2010 menyebarkan data pribadi penguna. Keberadaan situs Wikileaks juga menunjukkan betapa data pribadi dapat dimanfaatkan orang lain dan bocor di masyarakat.
Sejalan dengan perjalanan internet yang memasuki decade keempat, IADS percaya bahwa lima tahun ke depan harus meningkatkan perlindungan privasi, hukum hak cipta, netralitas internet, keterbukaan dan keamanan internet.
Tantangan pertama adalah perlindungan privasi. Saat ini, masyarakat dunia maya berbagi banyak kehidupan pribadi melalui jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Masyarakat juga mulai lebih sering menyimpan data digital di sistem cloud (sistem awan) dan ponsel.
Meskipun informasi yang dikumpulkan secara digital dapat dipersonalisasi di internet, namun tetap saja muncul kekhawatiran bahwa data tersebut dapat dikumpulkan dan dijual pihak lain, tanpa sadar dan digunakan untuk merugikan pengguna.
IADS percaya bahwa industri harus mengambil langkah cermat melawan mitos perdebatan privasi dengan menetapkan standar global, memberikan kebijakan transparansi serta mendidik pengguna internet.
“Sebagai contoh, Facebook yang diselimuti kasus pemanfaatan data pengguna tanpa izin harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka secara transparan ke publik,” tulis media Business Insider.
Saat ini, Electronic Frontier Foundation berambisi untuk memperluas hak-hak privasi pengguna di dunia nyata ke dalam produk digital dengan mempromosikan teknologi proteksi privasi.
Tantangan kedua adalah memodernisasi Undang-undang Hak Cipta. Aturan hak cipta telah tertingal jauh di belakang kurva teknologi. Audio, video, buku elektronik (e-book) dan artikel online dapat digandakan dan dipertukarkan hanya dengan menekan satu tombol. Di lain pihak, kebijakan kepemilikan produk sangat tidak mendukung di dunia digital.
IADAS menyarankan Undang-undang Hak Cipta yang baru dan lebih baik. “Untuk pengunaan internet yang berguna dibutuhkan aturan hak cipta yang berpotensi tinggi, baru dan modern sehingga merefleksikan hubungan antara teknologi dan kreativitas,” tulis keterangan IADAS.
Sebagai contoh, pengamat teknologi Anil Dash mencatat bahwa pelanggaran hak cipta paling mencolok tampak di video campuran lagu para artis di YouTube. Karya ini dapat dilihat sebagai pernyataan politik kolektif soal pembangkangan masyarakat. Pemerintah harus mendorong restrukturisasi politik online sehingga semua lapisan masyarakat tidak dirugikan.
Organisasi nirlaba Creative Commons saat ini mengembangkan dukungan dan infrastruktur hukum dan proses teknis untuk memaksimalkan kreativitas, pertukaran data dan inovasi digital.
Tantangan ketiga adalah memastikan netralitas internet. Pendukung netralitas internet percaya bahwa penyedia layanan internet (Internet service providers / ISP) harus memperlakukan semua lalu lintas web dengan sama.
Pengamat teknologi AS Vint Cerf yang dianggap banyak orang sebagai tokoh terkemuka internet percaya bahwa prinsip netralitas dapat meningkatkan kompetisi dan inovasi individu untuk menciptakan konten dan layanan terbaik.
“Terlalu banyak aturan membuat operator jaringan melakukan diskriminasi dalam mendukung berbagai jenis layanan. Ini mengganggu berbagai pihak dan menempatkan operator sebagai pengendali aktivitas online,” tulis Cerf.
Apa yang harus dilakukan untuk masa depan adalah para pemimpin industri dan pembuat kebijakan duduk bersama mengidentifikasi solusi demi menjamin perlakuan adil terhadap semua lalu lintas internet. “Bagaimanapun, solusi ini juga harus memberikan fleksibilitas yang cukup bagi ISP untuk mengelola jaringan dan layanan secara efisien,” tulis IADAS.
Tantangan keempat adalah menjaga keterbukaan web. Pencipta World Wide Web tim Berners-Lee menulis di Scientic American, “dengan merancang protokol komputer dan perangkat lunak, proses penggunaan sebenarnya di luar kontrol manusia. Kita berhak memilih properti yang kita inginkan dan tidak.”
Sayangnya, dengan keberadaan jejaring sosial dan perangkat seluler yang dibangun dengan platform tersendiri, Web diambang bahaya karena berada dalam lingkungan yang terfragmentasikan. Peserta IADAS memperingatkan keberadaan aplikasi seluler dan jejaring sosial yang cenderung membatasi interaksi Web dan kekuatan komunal.
Tantangan kelima adalah kekuatan pengamanan internet. Menyimpan data secara online sangat menyenangkan dan efisien namun kemudahan itu memiliki harga tersendiri. Muncul ketakutan di pengguna facebook atau data perbankan internet bahwa informasi pribadi mereka bisa jatuh ke tangan yang salah.
Contoh dugaan paling besar adalah pemerintah China yang menuduh Google di awal 2010 menyebarkan data pribadi penguna. Keberadaan situs Wikileaks juga menunjukkan betapa data pribadi dapat dimanfaatkan orang lain dan bocor di masyarakat.
sumber : http://teknologi.inilah.com/read/detail/1171352/inilah-5-tantangan-internet-masa-depan